Pages

Monday, March 29, 2010

Mutiara ditengah Maulid Kaum Ibu

Majelis Ta'lim Kaum Ibu Almamur namanya. Letaknya di Cikarang barat, kampung halaman saya. Murid setianya, yang hadir tiap hari Rabu, hanya 30 orang. Tapi ketika peringatan maulid kemarin (27 Maret 2010), jumlah yang muncul ada seratusan. Mereka utusan dari majlis ta'lim kaum ibu sekitar.
Majelis ta'lim ini dianggap "sempalan" karena majelis ta'lim kaum ibu sebelumnya sudah berubah nama menjadi Almamuriyah. Tempatnya pun sudah pindah. Alma'muriyyah kini memiliki gedung sendiri. Dibangun dengan biaya urunan, yaitu gabungan antara waqaf dan sumbangan kaum ibu. Waktu pengumpulan sumbangan tiap minggu, majelis ta'lim itu masih bernama Almamur dan tempatnya masih di masjid. Yayasan pelindungnya waktu itu adalah Almamur, yang juga mengayomi pendidikan, dari ibtidaiyyah sampai SMU dan Aliyah. Sedangkan untuk Almamuriyah sekarang ini ada yayasan pengelolanya sendiri, namanya Almamuriyah juga. Dibentuk pas mau pindah tempat dari masjid ke gedung sendiri.

Singkat cerita, kini majelis ta'lim yang asli, yang namanya Almamur, harus back to basic. Tempatnya balik lagi, di masjid. Hari pengajiannya tetap hari Rabu (ini yang bikin ribut, karena pengajian di Almamuriyah juga dilaksanakan di hari yang sama dan jam yang sama). Mungkin memang itulah aslinya, seperti cikal bakalnya, yaitu di mushalla Nurul Fata, yang sekarang berubah namanya jadi Nurul Ikhlas (depan rumah saya). Mungkin seperti itu pula yang diinginkan oleh pendirinya, KH. Mahmud bin Saijan (ayah saya) dan penerusnya, KH. Abubakar Sanusi (abang misan saya). Kecil dan sedikit, tapi berkualitas.

Thursday, March 25, 2010

KH. Noer Alie dan Ekonomi

Cecep Maskanul Hakim

Tidak mudah menulis pemikiran seseorang yang telah wafat. Tidak mungkin misalnya melakukan wawancara. Apalagi yang bersangkutan tidak meninggalkan jejak berupa buku atau artikel di majalah dan koran. Yang tertinggal darinya hanyalah apa yang diceritakan orang lain tentangnya dan tidak bisa lagi dikonfirmasi.

Tapi tidak demikian halnya dengan KH. Noer Alie. Kiai yang amat populer di kalangan masyarakat Bekasi dan Jawa Barat ini, meskipun tidak meninggalkan tulisan, tapi ajarannya masih melegenda. Beliau telah menghadap Yang Kuasa, tapi kenangan dan cerita tentangnya begitu hidup di kalangan murid, sahabat dan bahkan cucu-muridnya. Hal ini dikarenakan pengabdian beliau yang nyaris tidak terhenti sepanjang hidupnya, terutama bagi perbaikan dan pengembangan masyarakat. Mulai dari keterlibatannya dalam revolusi fisik melawan penjajah Belanda, menjadi Ketua Dewan Pemerintahan Kabupaten Bekasi, mendirikan lembaga pendidikan, dan mengajar keliling ke berbagai masjid. Tidak heran jika almarhum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah atas jasa-jasanya dalam rangka ikut berjuang melawan penjajah Belanda dan mempertahankan Republik Indonesia.

Pemikiran Ekonomi Ibn Abidin

Cecep Maskanul Hakim


I. Sekilas Ibnu Abidin

Muhammad Amin bin Umar bin Abdul Aziz Ad-Dimsyaqi al Hanafi atau dikenal dengan nama Ibnu Abidin, lahir di Damaskus rahun 1194 H dan wafat tahun 1252 H. Ibnu Abidin tumbuh dibawah pemeliharaan ayahnya yang pedagang, yang memanfaatkan perdagangannya untuk mencari ilmu pengetahuan.

Ibnu Abidin mulai mengarang buku pada umur 17 tahun. Karangannya mencapai 40 kitab. Ia menjadi rujukan fatwa di Damaskus. Suatu hari seorang yang dengki mengadukan kepada Sultan Abdul Hamid bahwa salah satu pembahasan dalam kitabnya “Hasyiyah” membahayakan kekuasaan Sultan yang mengakibatkan buku itu dikumpulkan dan dimusnahkan. Tetapi para ulama membantah kabar tersebut sehingga kitab-kitab itu dikembalikan dan disebarluaskan.

Ibnu Abidin hafal Quran sewaktu masih kecil. Ketertarikannya kepada ilmu dimulai ketika ia suatu hari membaca Quran di tempat ayahnya berdagang. Tiba-tiba lewat seseorang yang kebetulan mendengar bacaannya. Orang itu memarahinya sambil menyalahkan bacaannya, dan berkata: ”Kamu tidak boleh membaca Quran seperti ini, karena pertama tempat ini adalah tempat berdagang. Orang-orang itu jadi tidak mendengar bacaanmu karena kesibukannya. Mereka jadi berdosa karenamu. Kedua, kamu juga berdosa karena bacaanmu salah.” Ibnu Abidin bangkit dan bertanya pada orang itu dimana orang yang ahli pada zaman itu. Orang itu lalu menunjukkannya kepada Syaikh Said al Hamawi. Ibnu Abdin lalu pergi kepadanya yang kemudian mengajarkannya hukum-hukum bacaan dan Tajwid. Saat itu ia belum lagi baligh, tapi ia sudah mulai menghafal kitab-kitab qiraat dan Tajwid seperti AsSyatibiyah dan alJuzriyyah. Ia kemudian mendalami Nahwu dan Sharaf serta fiqih mazhab Syafii. Ia lalu menghadiri majlis Syaikh Muhammad Syakir as Saa’i Al ‘Amar. Ibnu Abidin belajar darinya ilmu Ma’qul dan Manqul seperti Hadist dan Tafsir.

Ia lalu pindah ke Mazhab Abu Hanifah ketika ia belajar dari gurunya Assaa’iy, membaca kitab-kitab fiqih dan usul fiqih sampai mahir dalam ilmu itu. Ia kemudian menjadi pemikir pada zamannya. Ia juga belajar dari gurunya Syaikh AlAmir AlMasry dan menghadiahkannya ijazah pemikir Syam, Syaikh Muhammad alKazbiry. Ia juga belajar dari ulama-ulama terkenal seperti Abdul Ghany al Maydany, Syaikh Hasan alBaythary dan Ahmad Affandi al-Islambuly dll.

Tuesday, March 23, 2010

Ormas Islam, antara idealita dan realita

Kemarin pengurus pusat sebuah ormas pemuda bertandang ke rumah. Mereka mau silaturahim (lagi) katanya. I thought to myself, what else? Apalagi yang mau didiskusikan dalam situasi seperti ini? Lagipula sudah lama ormas ini bikin hati nggrundel. Nasehat sudah banyak, dorongan nggak kurang, kritik saya berikan setiap kali mereka datang. Percuma saja kalau nggak pernah dilaksanakan.

Dengan berat hati saya akhirnya memberi tausiah (lagi). Dulu waktu saya menikah saya mendapat kehormatan dengan kehadiran Prof. Dr. Hasan Langgulung (alm, pakar pendidikan yang lama bermukim di KL),  yang memberikan tausiah dengan mengutip ayat yang kira-kira terjemahan bebasnya seperti berikut:

Sungguh akan kami coba kalian dengan kekhawatiran, kelaparan, kekurangan harta, sumber daya manusia dan harta. Berilah kegembiraan kepada orang yang sabar. 

Lama saya merenungi  tausiah ini. Pertama, saya penasaran, mengapa Prof. Hasan membacakan ayat ini kepada orang yang hendak berkeluarga? Biasanya ayat ini saya dengar dalam training-training dulu, waktu di ormas seperti PII, HMI, IMM dan sebagainya. Ayat ini kita kutip sebagai pendorong motivasi para kader untuk bisa bertahan terhadap berbagai cobaan yang dihadapi ormas tercinta.  Tapi ternyata lama-kelamaan saya sadar bahwa prinsip yang dikandung dalam ayat ini bukan hanya berlaku bagi para kader organisasi, tapi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu ternyata terjadi dalam kehidupan saya.

Bank Syariah, Menyiasati Krisis

Dari iB Blogger Competition – Kompasiana
Ketika ribut-ribut tentang krisis di Amerika beberapa waktu lalu, banyak orang menoleh ke bank syariah. Sebagian besar orang masih haqqul yakin bank syariah pasti tahan krisis. Buktinya sudah ada. Waktu krisis tahun 1998, bank syariah tetap eksis. Bank-bank lain dilikuidasi atau direkap, dia malah berkembang. “Udah jaminan mutu, Cing” kata teman asal Petukangan, “nyang asli Betawi “.

Tapi dengan banyaknya bank syariah bermunculan, pertanyaan itu kembali relevan. Biasanya semakin banyak barang, kualitasnya semakin tidak terjaga. “Gugus kendali mutu”nya tidak sebagus kalau barangnya masih satu atau dua saja. Terkadang ada cerita sedih juga. Demi harga yang rendah mutu terpaksa dikorbankan. Mirip (maaf) produk dari Cina itu. Sekarang bank umum syariah sudah ada 5. Unit Usaha syariahnya lebih dari 24. BPRS lebih dari 130. Apakah bank syariah akan mengalami sindrom yang sama?

Monday, March 15, 2010

Pembiayaan Emas, Mencari celah Diantara Bebatuan

Sebuah bank mengajukan permohonan produk unik kepada DPSnya: pembiayaan nasabah untuk membeli emas dengan pembayaran secara angsuran. Jawaban selintas dari DPSnya: Tidak Boleh. Karena Jumhur ulama tidak membolehkan pembelian emas secara hutang berdasarkan hadits Nabi: "Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak...... secara tunai, jumlahnya sama." Titik.

Benarkah sesederhana itu? Jika memang ya, maka tidak ada kemungkinan bagi bank syariah untuk memberikan pembiayaan kepada nasabah untuk membeli emas melalui skema Murabahah. Masalahnya ada banyak persoalan disini, sehingga jawaban selintas seperti itu bisa-bisa misleading alias tidak tepat.

Monday, March 8, 2010

Cycling in Bekasi; Between Fun and Pain

It has been already one year that I started using bicycle to office. People call it "B2W", which stands for bike to work, a new phenomenon among the city dweller who uses bicycle from his home to work place. They do it mostly based on the awareness of reducing air pollution from vehicle exhaust, a part of campaign to keep environment green and healthy.

I honestly cannot stand with them thoroughly.The distance between my house in Bekasi Timur to Jalan Thamrin in Central Jakarta, is 33 km away. Nobody will ride a bicycle for such a distance just for a commuting route. Even if he is able to do it, he will not be able to do anything else in the office due to exhaustment. The intention of keeping environment green, or to keep the life healthy, will be no use at all, because he will sacrifice the working hours for a rest after a long ride. That is why I decide to combine between riding bicycle and getting bus or riding bicycle and using train. And I prefer the second one.

Thursday, March 4, 2010

Neo-Klasik di Pondok Kita

Re-load tulisan
Ditulis untuk Milis Alumni - Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi
Waktu masih kuliah di fakultas ekonomi, saya menikmati perdebatan antara mazhab Klasik yang diwakili oleh Adam Smith, Ricardo, Mill, JB Say dan lain-lain dengan mazhab Keynesian yang dimotori oleh Keynes, Philips, Kuznets, dan kawan-kawannya. Mazhab klasik yang memegang asumsi "penawaran (suplai) menciptakan permintaannya sendiri" terasa kedodoran berhadapan fakta empiris yag disodorkan para 'ksatria' Keynes berupa resesi dan hyperinflation yang terjadi pada tahun 30an. Saat itu, barang melimpah, tapi daya beli publik sangat rendah akibat gerogotan inflasi. Sebagaimana dimaklumi, berapapun besar nilai uang, tapi jika inflasi juga tinggi, maka nilai riil uang jadi tidak berarti terhadap barang.