Pages

Wednesday, April 18, 2007

Cecep di Hukumonline

Saya tidak menyangka ketika ikut mendampingi AAA Securities membuat obligasi syariah untuk Indosat diwawancarai oleh Hukumonline.
Ini dia beritanya

Pengawasan Obligasi Syariah Masih Mendua[7/10/02]
Setelah produk perbankan yang berembel-embel syariah, reksa dana syariah dan saham yang berbasis Jakarta Islamic Index (JII), kini muncul produk pasar modal lain yang juga berbau syariah, yaitu, obligasi syariah. Namun, pengawasannya masih mendua.
Penerbitan obligasi syariah pertama di Indonesia dilakukan oleh PT Indosat Tbk berbarengan dengan penerbitan obligasi konvensional II Indosat pada tahun 2002 ini. Nilai kedua obligasi yang akan diterbitkan adalah Rp1 triliun. Perinciannya, obligasi konvensional senilai Rp900 miliar dan obligasi syariah senilai Rp100 miliar dan berjangka waktu lima tahun

Dasar pertimbangan yang digunakan oleh Indosat dalam menerbitkan obligasi syariah senilai Rp100 miliar karena obligasi syariah ini baru pertama kali diterbitkan dan belum pernah ada preseden sebelumnya. "Sehingga, pihak Indosat harus berhati-hati dan melakukan analisa pasar dengan lebih cermat," ujar Iggi Achsien, Senior Associate PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas yang menjadi penjamin emisi penerbitan obligasi Indosat.
Penerbitan obligasi syariah pada prinsipnya sama dengan penerbitan obligasi konvensional pada umumnya. "Hanya saja dalam menerbitkan obligasi syariah, tentunya harus mengacu kepada Al-Qur'an dan Hadist serta ilmu fiqh. Di sinilah letak perbedaannya,"kata Iggi. Hal serupa juga terjadi dalam penerbitan saham yang berbasis pada JII dan reksa dana syariah serta perbankan syariah.
Produk-produk perbankan maupun pasar modal yang memakai embel-embel syariah nampaknya memang sedang digandrungi. Pasalnya, prinsip syariah menjadikan prilaku investasinya tidak lagi mengacu pada mengharapkan riba, bunga bank, atau capital gain semata. Namun, asas-asas bagi hasil serta berkeadilan nampak terlihat nyata dalam setiap investasi yang berlandaskan syariah.
Langkah yang dilakukan oleh Indosat dalam menerbitkan obligasi syariah pun didorong oleh banyaknya permintaan dari berbagai kalangan yang juga bergerak di bidang syariah, seperti dari kalangan perbankan syariah dan kalangan asuransi.
Fatwa DSN-MUI
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.
Pengawasan aspek syariah
Perbedaan lain yang terdapat dalam penerbitan obligasi syariah adalah dalam hal pengawasan. Jika penerbitan berbagai produk investasi pasar modal pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DSN MUI.
Dalam penerbitan obligasi syariah Indosat, Iggi mengaku telah didampingi oleh tim ahli syariah yang telah ditugaskan oleh Dewan Syariah Nasional MUI, yaitu Cecep Maskanul Hakim. Menurut Iggi, sejak awal emisi tim ahli syariah telah mulai bekerja dengan efektif.
Kepada hukumonline, Cecep menjelaskan bahwa pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
Selain itu, DSN juga harus memastikan apakah bagi hasil yang dilakukan oleh emiten kepada pemegang obligasi benar-benar bagi hasil keuntungan atas usaha yang dijanjikan atau bukan. Sebab, jika dalam bagi hasil tersebut ada unsur konvensionalnya, berapapun kecilnya itu, tetap harus dibersihkan terlebih dulu melalui proses yang disebut purefying process.
"Jangan-jangan yang dibagihasilkan itu dari keuntungan usaha obligasi yang konvensional kan? Kalau ada unsur konvensionalnya, kita hitung berapa yang harus dibersihkan, kita pakai purefying process. Karena kita mengikuti sistem Malysia. Kalau di Bahrain, pakainya screening process. Itu lebih ketat lagi," papar Cecep.
Selain itu, fungsi DSN dalam pengawasan aspek syariah terhadap produk-produk syairiah adalah memberikan rekomendasi, konsultasi, termasuk di dalamnya pembinaan. Nah, dalam rangka melakukan fungsi pembinaan inilah DSN berwenang meluruskan hal-hal yang terjadi diluar yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Misalnya saja jika dalam keuntungan bagi hasil tercampur antara keuntungan obligasi konvensional dengan obligasi syariah, DSN dapat memberikan teguran sampai sebanyak tiga kali. Apabila setelah teguran ketiga tidak juga diperhatikan, DSN akan melaporkannya kepada Bapepam untuk memberikan sanksi.
DSN tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi. Yang bisa memberikan sanksi dalam hal ini tetap Bapepam sebagai otoritas pengawas kegiatan pasar modal di Indonesia. "Karena DSN tidak punya executie power," tegas Cecep.
Unit Syariah Bapepam
Pengawasan terhadap penerbitan obligasi syariah Indosat akan terus dilakukan oleh DSN sampai obligasi tersebut berjalan atau samapai dengan dibentuknya Dewan Pengawas Khusus untuk obligasi syariah. Untuk pembentukan Dewan Pengawas Khusus Obligasi Syariah ini, Cecep mengatakan bahwa hal itu belum bisa dipastikan apakah akan dibentuk oleh emiten atau akan berada di bawah Bapepam.
Jika mengacu pada sistem pengawasan pasar modal Malaysia, pengawasan khusus produk pasar modal dengan prinsip syariah berada di bawah Badan Pengawas Pasar Modal Malaysia, yang diberi nama Syariah Advisory Counsel.
Cecep sendiri berharap hal serupa bisa dilakukan di Indonesia. Artinya, Bapepam perlu memiliki sebuah unit syariah tersendiri seperti halnya yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Mengenai hal tersebut, saat ini Bapepam juga tengah melakukan kajian untuk meluncurkan pasar modal syariah. Rencananya, peluncuran pasar modal syariah akan dilakukan pada November 2002.
Bapepam sendiri mengakku saat ini telah memilliki kerangka instrumen pasar modal dengan prinsip syariah dan akan dikombinasikan dengan aspek syariah dari DSN. Bahkan, Bapepam berencana akan menambah produk pasar modal syariah lainnya.
Perjanjian perwaliamanatan terpisah
Dalam penerbitan obligasi syariah ini, Indosat melakukan pemisahan prospektus antara obligasi konvensional dengan obligasi syariah. Demikian pula hanya dengan perjanjian perwaliamanatannya, juga dilakukan terpisah antara yang konvensional dengan yang syariah. Walaupun secara umum, isinya tidak akan jauh berbeda.
Iggi menjelaskan bahwa dalam perjanjian perwaliamanatan obligasi syariah terdapat tiga poin penting perbedaan dengan obligasi konvensional. Pertama, dalam perjanjian perwaliamanatan obligasi syariah harus disebutkan secara tegas bahwa pendapatan yang dibagihasilkan harus dijamin bersih dari unsur nonhalal.
Kedua, adanya pernyataan bahwa jika dana obligasi tersebut belum digunakan atau sudah digunakan tetapi masih ada sisa, akan ditempatkan pada rekening bank syariah di tempat kedudukan Indosat. Dan ketiga, menyangkut struktur itu sendiri, yakti bahwa obligasi syariah menggunakan prinsip bagi hasil dan bukan bunga.
Mengenai pembagian keuntungan ini, Iggi menjelaskan bahwa pemegang obligasi pada saat jatuh tempo dijamin akan mendapatkan kembali dananya 100 persen. Karena, perhitungan yang digunakan adalah prinsip revenue sharing.
Sedangkan untuk koreksi bagi hasil, dapat terjadi dalam dua perkara. Yaitu, apabila ternyata dalam bagi hasil tersebut pemegang obligasi menerima lebih dari yang seharusnya. Jika hal ini terjadi, pihak Indosat akan mengikhlaskannya bagi pemegang obligasi.
Namun jika ternyata pemegang obligasi menerima kurang, pihak Indosat tentu akan menambahkannya. Tetapi, mekanismenya masih dalam pengkajian, apakah akan dilakukan tahunan atau pada akhir periode obligasi.
Default
Lalu bagaimana jika saat jatuh tempo, ternyata emiten tidak bisa membayar pokok obligasi maupun bunganya alias default. Hal ini ternyata sudah diantisipasi oleh DSN dengan membetuk tim yang akan menganalisa apabila default (gagal bayar) terjadi dalam proses penerbitan obligasi syariah.
Menurut Cecep, default merupakan hal yang baru dalam syariah. Karena dalam penerbitan obligasi, selain ada emiten dan pemegang obligasi, ada pula penjamin emisi atau underwriter-nya.
Jika terjadi default, menurut Cecep, si penjamin belum tentu menjadi berutang. Karena semuanya masih harus dianalisa terlebih dulu, apakah default tersebut disengaja atau tidak. Jika default tersebut disengaja, tentunya harus dibuktikan terlebih dulu. Dan jika sudah terbukti, barulah si penjamin bisa dianggap berutang. Selain itu, tentunya akan ada sanksi yang dijatuhkan oleh Bapepam.
Kendati demikian, default yang tidak disengaja pun tetap harus dibuktikan terlebih dulu. Baru kemudian, diputuskan oleh tim yang menganalisa, apa langkah selanjutnya yang akan diambil.
"Tetapi ingat, DSN tidak punya power untuk eksekusi. Kami hanya bisa memastikan apakah ini sesuai dengan syariah atau tidak, apakah telah sesuai dngan fatwa atau tidak. Kalau tidak sesuai, nanti Kami laporkan kepada Bapepam dengan poin-poin agar ditindaklanjuti oleh Bapepam," tegas Cecep mengingatkan.
Menyinggung soal prospek produk ekonomi berlabel syariah ini, Cecep sendiri mengaku belum bisa memprediksinya. Walaupun, dirinya menangkap ada permintaan yang kuat dari masyarakat akan produk-produk berlabel syariah yang lebih variatif. Bahkan selain Indosat, telah ada beberapa perusahaan lain yang juga berniat menerbitkan obligasi syariah. Tanda-tanda prospek syariah akan lebih cerah?

Mudah2an masih ada jika di klik, ini dia linknya

http://hukumonline.com/detail.asp?id=6592&cl=Fokus

No comments: