Kata ulama, tanpa Islam, masyarakat akan hancur. Tapi kalau Islam dilaksanakan dengan cara yang tidak betul, efeknya juga sama, tidak akan mendatangkan manfaat maksimal. Apalagi diiringi dengan tradisi yang tidak Islami. Pasti ada kontradiksi di dalamnya. Dan setiap kontradiksi pasti akan menimbulkan efek yang berlawanan.
Puasa, menurut Islam mendatangkan efek kejujuran dan empathi kepada fakir miskin. Ia juga menjaga orang dari perbuatan yang tidak berguna. Karena perbuatan yang buruk akan menghilangkan pahala puasa.
Entah darimana konsepnya, orang di Indonesia banyak melakukan hal yang aneh bahkan kontradiktif dengan puasa. Melalui media massa, kita tahu diantaranya:
1. Melakukan demo di terik matahari di depan kedutaan Malaysia. Kalau jalan kaki di tengah terik matahari saja tidak disarankan oleh Nabi, eh dia malah berdemo, teriak-teriak parade di jalan Rasuna Said, ditengah terik matahari bulan puasa. Melempar tinja pula (Masya Allah)
2. Mengadakan live musik di siang bolong (Wali di Majalengka dan Siwa di Indramayu). Akibatnya banyak penonton yang tergencet dan lalu lintas yang kebetulan udah musim mudik jadi metal alias macet total.
3. Mulai dari orok sampe orang tua bangka tahu, yang namanya orang puasa, habis Isya itu shalat Tarawih. Meskipun nggak wajib, tapi menurut nasehat Nabi, banyak bermanfaat untuk menghilangkan dosa. Anehnya, hampir seluruh siaran tv pasang acara yang sangat seksi buat anak muda, pentas musik.
4. Tasahharuu, kata Nabi, fa inna fisahuuri barakah. (Sahurlah, karena dalam sahur ada berkah). Di Indonesia, berkah itu mungkin hilang karena diiringi ketawa akibat nonton lawak hampir di semua stasiun TV, (kecuali Metro TV yang konsisten menyiarkan Tafsir Almisbah dengan Prof. Quraisy Syihab sebagai narasumber.)
5. Yang ini lebih gila. Sesudah taraweh biasanya orang tadarrus. Anehnya La Liga ngotot mengadakan pertandingan (Sriwijaya FC vs Persiwa).
6. Ketika orang seharusnya mencari lailatul Qadar, berita dan iklan mudik tak henti-hentinya mengudara. Bukan tidak mungkin para penonton yang tadinya tidak tertarik pulang kampung jadi ikut mudik. Masa bodo amat dengan Lalilatur Qadar, pikirnya, itu mah kerjaan kiai dan ustaz.
7. Ada orang yang tidak mau belajar dari kejadian orang lain. Masih saja ada yang meletakkan nyawa para dhuafa dan fakir miskin dalam bahaya dengan mengumumkan distribusi zakat di rumahnya sehingga para mustadh'afin harus rela bersesak ria dan berisiko terjepit dan terinjak. Padahal dua tahun lalu ada 11 orang yang meninggal gara-gara berebut masuk untuk menerima zakat.
8. Demo menentang pengiriman kartu lebaran Gubernur Jawa Barat sampai harus memotong urat nadi, dan mngucurkan darah. (Apa nggak batal itu puasanya? Ini orang ngerti agama nggak sih?) Kata orang Jawa, ngono sih ngono mas, sing ojo ngono. Begitu ya begitu, tapi caranya jangan gitu donk.
9. Ada orang berdemo membela tanah air di depan istana merdeka dengan cap jari yang diolesi darah. Mereka tidak sadar bahwa mereka jadi umpan untuk media massa di tempat lain dan menjadi insentif negatif bangsa ini: Don't put your investment in Indonesia. Barbarism is their culture.... Nah, yang rugi sopo rek?
Ada apa sebenarnya masyarakat kita? Benarkah mereka di ambang kehancuran? Ataukah ada sebuah grand strategy yang sedang dimainkan agar sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia tidak lagi eksis?
Sorry ah, kalo jadi nggak enak hati. Namanya juga pengamat, suka nggrundel.
No comments:
Post a Comment