Pages

Wednesday, June 4, 2014

Cerita anak Indon di kampus Negeri Jiran

September 2011.
Setelah berjibaku dengan segala prosedur via online dan  hard copy, resmilah putri pertama saya diterima dan masuk International Islamic University Malaysia. Di universitas inilah dulu saya dan istri kuliah. Kami gembira, sekaligus wiswas, dengan diterimanya anak itu di kampus -yang lumayan bergengsi di Malaysia itu. Gembira, karena putri kami ikut mengenyam pendidikan yang dwi bahasa (english-Arabic), suasana internasional, dan lingkungan yang lebih Islami (minimal dari kampus2 di tanah air). Tapi kami khawatir juga, soalnya tingkah laku kami dulu waktu kuliah ngga lurus-lurus amat (he..he..). Lambat laun dia pasti tahu sepak terjang kami, ketika masih jadi anak kuliahan.



Kabar tentang puteri saya masuk IIUM pun dengan cepat menyebar ke rekan-rekan alumni, melalu berbagai media. Group email, group blackberry, whatsapp, sms dan lain-lain. Komentar pun segera bermunculan. Ada yang tiba-tiba merasa tua, karena pernah merasa menggendong Ismah sewaktu kecilnya. Ada juga yang merasa waktu terlalu cepat, karena rasanya baru kemaren lihat Ismah berlarian di pintu kampus.Tapi semua sepakat bahwa waktu tidak terasa cepat berlalu, sehingga kita yang dulunya masih suka bercanda ria dengan teman-teman asal se tanah air di kampus, kini harus sudah introspeksi. Beware guys, generasi kedua kita sudah mengetuk pintu gerbang.... 

*****

Dimana-mana cerita anak kampus selalu menarik dan segar. Terkadang juga konyol dan menggelikan. Kita yang di IIUM tidak terkecuali. Apalagi Malaysia dengan Indonesia, meskipun satu rumpun, banyak perbedaannya. Untuk generasi kampus Petaling Jaya (sebelum pindah ke Gombak) Nyaris tidak ada satupun kejadian yang tidak dijadikan bahan ketawaan. Mulai dari asal anak Indonesia dari berbagai daerah yang membawa karakter masing-masing, sampai cerita hubungan "anak Indon" yang berusaha memikat "anak Melokay". Ketika generasi ini lulus dan jadi alumni, tidak ada yang paling nikmat kecuali mendengarkan kembali cerita lama yang seringkali bikin ngakak bareng itu.  Tidak heran generasi berikutnya suka terbengong-bengong melihat para senior mereka cekakakan kalau cerita tentang kehidupan kampus dulu. Berikut yang sempat terekam waktu ada cerita reuni antar alumni.

Anak baru jinjing sepatu
Ini cerita paling populer tentang anak Indonesia yang mirip forest gump. Alkisah ada mahasiswi Indonesia yang baru diterima, dan ini hari pertama masuk kampus. Kebetulan anak ini berasal dari daerah, bukan Jakarta atau kota besar lainnya. Sebagai perkenalan kampus, anak itu dibawa oleh seniornya, ke sekitar kampus. Akhirnya keduanya tiba di perpustakaan. Kebetulan lantai perpustakaan masih keramik dan belum dipasang karpet. Padahal si mahasiswi baru pakai kasut (sepatu) kulit -kayak mau kondangan. Suara sepatu anak baru itu terdengar sangat nyaring Karena berisik, banyak orang menoleh ke arah suara. Sang senior yang jadi pengantarnya merah muka dan melotot ke arah anak baru ini. Anak baru itu akhirnya buka sepatu dan menjinjingnya. Anak Melayu yang lihat langsung menutup mulutnya dengan tangan untuk menyembunyikan rasa geli mereka. Anak Indonesia yang menyaksikannya kontan tertawa cekikikan.


Dingklik di depan Satpam
Ini cerita Zulfan -yang sekarang dipanggil Cikgu Zulfan karena menjadi kepala sekolah di International Islamic School. Jaman 1990an satpam kampus -sering dipanggil dengan istilah pakcik gad (dari kata guard)-galaknya nggak ketulungan. Anak telat masuk kampus aja udah disuruh lapor. Suatu ketika Zulfan and the gang pulang nonton dari pawagam (bioskop) di Jalan Tengku Abdurrahman dan susah mendapatkan bas (bis) sehingga mereka tiba kampus lebih dari waktu yang ditentukan. Sampai depan kampus, mereka kebingungan, karena sudah pasti akan disuruh lapor, dan laporannya akan langsung sampai rektor.  Untuk mengelabui pakcik gad akhirnya mereka sepakat untuk jalan sambil dingklik di depan pakcik gad. Alasan mereka, sakit sebelah kaki kiri terperosok lubang di KL.(???)

Kampus Pondan
Pondan adalah padanan kata melayu untuk lelaki yang bertingkah seperti perempuan, alias banci atau bencong. Entah kenapa di kampus yang Islam seperti IIUM pondannya justru meriah ketimbang kampus lain seperi UM atau UKM. Mereka sering berkumpul dan membentuk grup sendiri
di YPM


Logat Batak yang Hilang
Yang ini cerita orang Batak kuliah di IIUM. Namanya Nasution. Setelah setahun tinggal di kampus yang amat melayu ini, dia kembali ke Medan dalam rangka libur Iedul Fitri. Sekembalinya dari Medan rekan-rekan PPI mengundang semua mahasiswa untuk kumpul acara Halal Bihalal di aula Faisal (kampus Petaling Jaya).
Singkat cerita, acara berjalan lancar sampai pada acara sambutan atas nama mahasiswa lama kepada mahasiswa yang baru diterima di IIUM. Sayangnya mahasiswa yang ditugaskan terlambat hadir dan tidak ada alternatif lain selain si Nasution itu. Maka dengan pe-denya ia tampil dan berbicara di depan para hadirin. Setelah selesai berbicara ia mengembalikan mik kepada protokol sambil mengucapkan sesuatu dengan logat Batak yang kental. Sayangnya mik itu tidak dimatikan sehingga terdengar juga oleh hadirin di ruang yang bergaya teater itu. Katanya "bagaimana kawan, hebat kali IIUM ni. Baru 1 tahun aku disini logat Batakku sudah hilang kan." Karuan saja hadirin disitu ger-geran tertawa dibuatnya

Dingin kayak di puncak
Salim Abdullah (biasa dipanggil Toriq) adalah mahasiswa "pejuang". Di jaman tahun 1980-an tipe seperti dia sering dicari polisi karena dianggap subversive. Padahal dia anak biasa-biasa saja. Pasca kejadian Tanjung Priok, alumni ormas dari ormas yang sama dan sudah di KL memintanya untuk lanjutkan studi atas beasiswa IIUM. Dalam pertimbangan mereka,  ketimbang meneruskan perjuangan yang tentu banyak risiko dan tidak berujung lebih baik.
Alkisah Salim tiba di KL dan langsung dijemput menggunakan kereta (mobil) yang berAc. Kebetulan ACnya bagus sehingga begitu masuk saja sudah terasa dingin. Kontan dia bilang. "Di KL ini dingin ya, kayak di puncak."... Forest gump kaleee

Ganteng sih, tapi sayang....
Ini cerita lara mahasiswa Indonesia yang disenangi mahasiswi-mahasiswi asal Melayu. Sebenarnya banyak mahasiswi Melayu yang tertarik kepada mahasiswa asal Indonesia. Bahkan ada mahasiswa Indonesia yang menikah dengan pelajar tempatan dan terus tinggal di Malaysia. Tapi ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka seperti tidak akrab. Typical anak melayu adalah mereka tidak pernah terbuka menyatakannya kepada lawan jenis. Mereka akan menyampaikan hal itu kepada rekannya yang laki-laki, baru rekan itu memberitahu kepada anak Indonesia yang dimaksud. Yang kedua, orang Indonesia di KL lebih dikenal kelas pekerja kasar (kuli bangunan, perkebunan, pembantu rumah tangga dll) sehingga kalau kenalan dengan orang Indon (sebutan normal orang Melayu untuk orang Indonesia) sepertinya jadi turun gengsi. 
Suatu ketika ada anak Indonesia, sebut saja namanya Ali, diberitahu rekan lainnya. Bahwa ada anak Malaysia yang naksir padanya. Sayangnya, dia ogah karena tahu bahwa Ali anak Indonesia. Sampai hari ini ucapannya itu terus diingat. "Awak hensam lah. Sayang awak Indon!" (Anda ganteng lah, tapi sayang anda orang Indonesia). Alamak....



Anekdot bahasa

Sendok atau sudu?
Ini cerita hari pertama Cecep di kampus (sekarang kerja di Bank Indonesia).  Setelah diterima dekan fakultas ekonomi Dr. Djamil Othman (sekarang prof. dato) untuk masalah kuliah di postgraduate, ia diminta langsung masuk kelas Makroekonomi. Karena selesainya jam 13.00 dan keburu lapar, Cecep langsung nyelonong ke kantin yang ada di samping gedung kuliah. Sayangnya ia tertinggal dan makanan tinggal sedikit. Maka iapun langsung menyendok makanan-makanan yang tersedia.
Ketika hendak membayar ia dapati tempat sendok telah kosong. Dengan refleks ia meminta diambilkan sendok. Pelayan kantin masuk kedalam dan keluar lagi dengan sendok sayur. Cecep tentu heran dan bertanya padanya "Siapa yang perlu sendok sayur? Saya perlu sendok buat makan"
Pelayanpun menjawab dengan ketus "Cakap sudu. Tadi kata minta sendok.."
Rupanya sendok itu di Malaysia istilah untuk sendok sayur. Kebayang ngga sih, makan pakai sandok sayur?
Pede banget sih

Semangka atau semangke?
Cerita lain datang dari anak Cianjur, namanya Abdurrahman. Kami memanggilnya Omen. Untuk membedakan dengan Abdurrahman lainnya (dari Ujungpandang), kami sering memanggil Omen Cianjur dengan sebutan "Tarzan". Pertama kali ia ke pasar membeli buah dan ingin membeli semangka. Dia langsung tanya "Bang itu buah semangka berapa harganya?"
SI abang penjual cuek mendengar pertanyaan itu. Omen lalu mengubah gayanya, dengan mengganti semangka menjadi semangke (seperti huruf e dalam kangen). "Bang, buah semangke itu berapa harga?"
Tapi si abang tetap tidak menjawabnya. Karena kesal dia colek punggung si penjual, "buah ini berapa harganya?"
Si abang tanya balik "yang mana satu?". Omen menunjuk buah semangka
"Oh tembikai.... 3 ringgit ".
(Makanya jangan sok tau alias sotoy)

Cerita berikutnya:
- Ada anak yang jatuh dari tempat tidur bertingkat. Pernah punya beginian  ngga sih?
- Cerita anak Medan yang dapat Rekomendasi alternatif dari DDII tidak dapat dari NU pun sikat
- Anwar atau Anoa? Cerita mahasiswa Aceh yang bernama Anwar dipanggil Anwa.(malaysians suka memotong huruf akhir) dan terdengar seperti "anoa" . Cuek aja cing!
- Rahasia bocah alim nonton "Kuche kuche huta he". Tarik gan...
- Thomas Cup enmity: Kalau sudah ada pertandingan badminton indonesia lawan malaysia, seluruh common room terbagi dua. Satu Tv untuk penonton Melokay satu TV untuk anak2 Indon. Dan satu TV netral.
--"Kejutkan jangan?" Cerita anak Bekasi yang baru tiba di KL dan disuruh bangunin temannya karena  takut kesiangan sahur. "Terkejut itu kalau kita lagi melamun terus ditegur orang. Lha ini orang lagi tidur koq dikejutkan...ngga nyambung bang..."


1 comment:

diana said...

Obat Aborsi- Malaysia wa 085234409223 - Jual obat Aborsi>http://Jualobat-aborsi.com