Pages

Monday, February 21, 2011

Oretan dari Obrolan Malam Minggu Kemaren

Obrolan malam minggu kemarin menarik. Selain karena pesertanya yang variatif, juga karena topiknya macam-macam. Tidak ada batasan apapun yang akan dibahas. Semuanya mengalir begitu saja. Saya tidak mengerti mengapa teman-teman jadi pada ngumpul di rumah, padahal pada saat yang sama ada acara walimahan putera pimpinan yayasan dengan puteri anggota Dewan yang juga pengusaha, di Penggarutan. Patut dipertanyakan lagi adalah, kenapa yang banyak ngumpul adalah teman-teman Ujungmalang.

Peserta obrolan pertama yg paling dulu datang adalah "begawan" kita Sirojuddin Mursan. Muncul di depan pintu menjelang maghrib, karena janjian dengan bung Hayyi Alkattani. Tapi yang ditunggu ternyata datangnya menjelang isya. Bung Hayyi,Penerjemah kita yang lama mukim di Kairo dan sedang ada di Indonesia ini, pulang karena ikut evakuasi yang ditawarkan pemerintah RI, ketika rakyat Mesir rame-rame revolusi di Tahrir Square  untuk menurunkan Mubarak. Ketika ditanya apakah akan balik ke negerinya Nabi Musa itu jika situasi sudah aman, ia menjawab positif. Aneh, udah puluhan tahun mondok di tepi sungai Nil, kayak nggak ada niat untuk balik dan menetap di kampung.

Lalu nyusul Muhtadi, yang lebih ngepop dengan nama Tutuy. Anggota Dewan dari Fraksi Reformasi ini pernah ke rumah, tapi nyasar dan akhirnya, waktu itu, kita ngumpul di Giant. Malam tadi merupakan kunjungan pertama kali ke rumah, makanya ia sedikit kikuk. Padahal teman-teman yang angkatan lebih muda sering ngumpul disini.

Nggak lama datanglah Haris "Kuwe", teman sekelas waktu di Aliyah dulu. Dia memang udah janjian waktu maulid kemarin mau datang ke rumah, dan ngobrol serius tentang universitas yang mau dipilih buat anak-anak kita. (Ya ampun, ternyata saya udah tua, soalnya punya anak yang udah umur mahasiswa). Nama lengkap Haris adalah Abdul Haris. Entah kenapa terus dia dipanggil Kuwe. Kayaknya umum bagi seorang anak di Ujungharapan punya nama panggilan (English=nickname) terhadap teman-temannya sendiri. Di kelas kita, dulu ada nama panggilan Kemod, Beran dan Bleher. Terus, abangnya bung Hayyi yang namanya bagus, Nurul Yakin (lulusan mass-com IIUM) tapi nama panggilan di kampungnya bikin ger-geran teman kampus, yaitu Guner. Demikian juga anggota tim Pan-ja yang sudah bagus namanya, Ahmad Taher. Eh, tau-tau dipanggil Tokri.

****

Topik yang nyelonong ke pemukaan adalah soal ikatan alumni, yang lazim disebut IKAA. Tidak heran obrolan langsung naik tensi. Pengurus baru alumni (bentukan pertemuan khusus di rumah makan Wulansari, Desember lalu) sekarang ini lagi jengah, karena merasa diintervensi oleh Yayasan lewat sebuah SK. Intervensi itu begitu terasa karena ada klausul keputusan yang melarang pengurus IKAA jadi pengurus partai politik. (Nah lu..). Udah gitu, masa kepengurusan hanya 1 tahun, bukan 3 tahun sebagaimana kepengurusan sebelumnya. Sedemikian jengkelnya, sampai-sampai calon sekjennya bilang di Facebook, mau mensomasi.....

Entah kenapa tiba-tiba topik obrolan berbelok jadi ngomongin PKS. Mungkin karena ketua baru IKAA, H. Syamsul Falah itu fungsionaris PKS di Bekasi. Bahkan ada bisik sana-sini yang bilang dia calon kuat Bupati Bekasi dari partainya. Dengan demikian suasana obrolan memanas karena, dapat dimaklumi, cerita tentang politik pasti selalu ada bumbu-bumbu. Entah bumbu-bumbu serangan, tapi juga kadang-kadang pujian. Tergantung perspektif mana melihatnya. Tapi dalam soal politik Bekasi, rasa-rasanya sih nggak ada yang beda.
Yang berbeda adalah ketika cerita Fraksi Reformasi mengusulkan adanya Perda Zakat. Perda ini merupakan inisiatif Dewan dan disetujui pembahasannya oleh Pemda. Kalau yang ini, saya benar-benar terlibat, karena sempat baca naskah akademisnya, yang dikerjakan oleh STAI Agus Salim Cikarang bersama mitra lembaganya. Paling tidak ada sesuatu yang membesarkan hati ketimbang mendengar Perda tentang tempat hiburan yang ditolak mentah-mentah oleh masyarakat Bekasi. Perda itu seperti melegitimasi warung remang-remang, melindunginya dari razia masyarakat hanya karena bayar pajak hiburan kepada Pemda. (Murah amat harga pemda ya, kayak preman aja...)

Entah darimana sebabnya sekonyong-konyong obrolan berubah lagi menjadi masalah Yayasan tercinta. Mungkin karena Sohib dan Tokri ikut gabung. Padahal jam sudah menunjukkan angka 22.00. Semua orang seperti merasakan beban berat di punggung masing-masing. Berat ngangkatnya kata bung Tutuy. Mulai dari disiplin belajar yang acak-acakan sampai mentalitas alumni yang tidak berani mengoreksi kebijakan pondok dengan alasan tidak boleh mengritik guru. Yang terakhir ini asli info bung Hayyi. Sontak saya keingetan pelajaran dari kitab Ta'lim Muta'allim.  Lha kalau muridnya nggak berani kreatif mau jadi apa kedepannya yayasan kita?
Kata bung Hayyi, kebanyakan alumni kita di kota Mubarak sekarang ini hanya berfikir bagaimana belajar yang pinter dan pulang menjadi guru. Hal ini memang pernah ditulisnya di milis. Hanya saja kita nggak begitu percaya sebelum melihat langsung situasinya. Jika memang demikian, kondisinya terbalik dengan apa yang dicita-citakan Almaghfurlah. Beliau sangat sering mengungkapkan betapa ia menginginkan alumni Attaqwa "bukan cuma ngerti agama" atau "orientasinya cuma IAIN". Beliau menginginkan anak-anak didiknya ada yang jadi insinyur, dokter, dan lain-lain, meskipun masalah agama merupakan jadi dasar berpijaknya.
Entahlah mengapa orientasi itu begitu cepat berubah. Secepat perubahan gaya berpakaian anak pondok yang ada sekarang. Dulu anak pondok cukup alim jika terlihat memakai kain sarung, baju putih tangan pendek dengan logo attaqwa di kantungnya dan peci hitam di atasnya....

****

Jam 24.00 tiba dan Bung Tutuy akan beranjak pulang walaupun dia tahu, obrolan belum habis. Ini bisa sampai pagi kalao diterusin katanya. Saya juga merasa belum final, karena Bung Hayyi belum cerita tentang pergolakan di Timur Tengah. Tapi obrolan ini akan terus berlanjut. Karena pintu rumah saya senantiasa terbuka untuk setiap orang yang ingin tukar fikiran, diskusi, kajian bahkan cur-hat atau curcol. Yang jelas tiap obrolan memiliki bobot masalah, yang memerlukan baik ilmu maupun tenaga untuk menyelesaikannya. Dan saya yakin, setiap orang yang concern dengan masalah ummat, insya Allah dipelihara otaknya oleh Tuhan.

Segala puji bagi Mu ya Allah, yang telah menjadikan rumahku sebagai pusaran ilmu dan pembahasan masalah ummat...

Wallahu A'lam

2 comments:

Iqbal Araffi said...

assalamu'alaikum........
sehat sllu bang haji....
klo liat daftar pserta ngobrol'a, sya jadi agak minder klo pngen ikutn silaturrahhim ma bang haji 'n kwan2. Jdi sya cma bisa dkung dri blakang action kwn2 buat pmberdayaan ummat. Sukses terus bang.............

Cecep eM-Ha said...

waalaikum salam.
Ahlan wasahlan bung Iqbal. Pintu rumah saya terbuka bagi siapapun bagi yang ingin ngobrol dan diskusi soal ummat. Kebetulan saja malam itu yang datang orang-orang "penting". Tapi ketika sampai di rumah saya, semuanya jadi orang biasa. Ngopi dan ngeteh biasa nyeduh sendiri, jamuan juga seadanya. Mereka harus siap memberi dan siap menerima. Kadang bisa tersenyum dan juga merah kuping.
Terima kasih atas dukungannya. Tapi kalau cuma di belakang, nggak pernah nongol, hukumnya kurang apdol. Kudu nongol juga di depan sekali-sekali biar tahu situasi dan kondisi.