Tulisan ini dibuat sebagai pengantar menjelang Sidang Pleno DSN-MUI Desember 2015 tentang Hedging.
KAJIAN BAHAN FATWA HEDGING (TAHAWWUTH)
Kelompok Kerja
Perbankan – BPH DSN
Kajian ini disusun untuk memudahkan perumusan fatwa tentang Hedging
dalam perbankan syariah dengan memberi gambaran mengenai transaksi yang lazim
dilakukan oleh perbankan konvensional.
I.
PENGERTIAN HEDGING
Hedging adalah
melakukan aktifitas untuk tujuan penjagaan nilai investasi/aset. Dalam
perbankan hedging dilakukan dengan menukar (swap) pendapatan (sukubunga)
dari mengambang (floating) menjadi sukubunga tetap (fixed) – atau sebaliknya. Sedangkan
untuk menjaga nilai valuta asing, bank melakukan hedging dengan menjual
dan membeli (atau sebaliknya) valuta asing untuk posisi tertentu di masa depan.
Instrumen yang
diperlukan untuk melakukan hedging valuta asing adalah
Spot
|
Kontrak pembelian/penjualan valas yang dilakukan dengan penghantaran
maksimum 3 hari kedepan.
|
Forward
|
Kontrak pembelian/penjualan dengan pelaksanaan dilakukan setelah
lebih dari 3 hari
(Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang
(Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Forward karena tidak
diperkenankan menetapkan harga valuta asing sebelum pada hari pelaksanaannya.
Yang dibolehkan adalah Forward agreement atau wa’ad yang merupakan rujukan
harga kontrak. Dapat berubah pada saat pelaksanaan, melihat harga pada hari
pelaksanaan)
|
Swap
|
Gabungan Spot dan Forward
Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang
(Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Swap karena menyebabkan adanya
spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak.
Untuk menghindari adanya penggabungan dua kontrak ini, bank syariah
melakukan kontrak terpisah antara Spot dan Forward agreement.
|
Option
|
Variasi pada kontrak forward dimana pembeli/penjual memiliki hak
untuk membeli/menjual dari pihak yang berkontrak di masa depan dengan
membayar fee tertentu
Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang
(Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Option juga karena menyebabkan
adanya spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak.
|
II.
TRANSAKSI KEUANGAN UNTUK
TUJUAN HEDGING YANG MENJADI OBYEK FATWA
Transaksi keuangan
dengan tujuan hedging dalam perbankan syariah yang akan menjadi obyek
fatwa terdiri dari beberapa macam dan variasinya.
1.
Pendapatan
Dalam perbankan konvensional
transaksi ini dikenal dengan swap sukubunga atau Interest Rate Swap
a.
Menukar (swap)
pendapatan mengambang (floating) dengan pendapatan tetap (fixed)
Dalam perbankan
konvensional praktek ini dilakukan dengan menukar (swap) sukubunga floating
(mengambang) dengan sukubunga tetap (fixed). Dengan demikian bank memperoleh
pendapatan yang rata setiap bulan sebagai ganti dari pendapatan berfluktuasi
miliknya. Untuk memperoleh pendapatan yang bersifat tetap ini bank harus
membayar sejumlah fee (premi) yang disepakati.
Dalam perbankan
syariah (mungkin) dapat dilakukan dengan menukar pembiayaan Mudharabah atau
Musyarakah dengan pembiayaan Murabahah atau Ijarah.
b.
Menukar pendapatan tetap
(fixed) dengan pendapatan mengambang (floating)
Dalam perbankan
konvensional dikenal dengan melakukan swap sukubunga tetap (fixed) dengan
sukubunga floating (mengambang).
Dalam perbankan
syariah dapat dilakukan dengan menukar pembiayaan Murabahah atau Ijarah dengan
pembiayaan Mudharabah atau Ijarah
2.
Valuta Asing (Valas)
Dalam perbankan hedging valuta asing antara lain untuk
tujuan
a.
Menjaga nilai valuta asing semua
dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito, antar bank dan pinjaman luar
negeri)
Penjagaan ini
dilakukan agar nilai valuta asing tetap pada nilai nominalnya saat diperlukan.
Hal itu dilakukan dengan membuat kontrak penjualan pada hari ini (spot) dan
pembelian kembali dari pihak lain untuk pengiriman pada masa yang akan datang (forward),
atau sebaliknya, membeli pada hari ini dan menjual kepada pihak lain untuk
jangka waktu tertentu. Dalam perbankan syariah hal ini juga dilaksanakan karena
disisi penghimpunan dana bank syariah juga membuka rekening giro (wadiah),
tabungan (Mudharabah) dan deposito (Mudharabah) dalam valuta asing. Demikian
juga penempatan antar bank dan pinjaman luar negeri.
b.
Menjaga nilai mata uang
asing untuk aset pembiayaan
Pembiayaan yang
diberikan dalam valuta asing umumnya dilakukan hedging agar tetap pada
nominal yang diharapkan baik jumlah semuanya maupun cicilan pembayarannya.
Pada kedua transaksi
ini, swap yang dilakukan dapat dikembangkan dengan menambahkan option
yaitu variasi syarat dalam transaksi pembelian/penjualan. Misalnya Bank akan
membeli kembali valuta asing yang ia jual dengan harga yang telah disepakati
apabila di pasar harganya lebih tinggi.
3.
Komoditas
Perlindungan terhadap
nilai mata uang dapat juga dilakukan dengan menggunakan komoditas di Bursa
komoditi. Hal itu dapat dilakukan dengan membeli komoditas pada saat menerima
mata uang dan menjual kembali komoditas pada harga yang sama atau dengan
tambahan fee/keuntungan pada masa depan (misalnya 3 bulan mendatang, 6 bulan
mendatang dan seterusnya).
III.
PERTIMBANGAN MASLAHAT DAN
MAFSADAT
1.
Masalahat yang diperoleh
dari Hedging dalam perbankan syariah
a.
Keperluan Ekspor-Impor
nasabah bank syariah
Pada umumnya
pembayaran ekspor atau impor melalui Latter of Credit dilakukan setelah barang
diterima atau dikirim dengan jangka waktu yang disepakati (setelah penerimaan
dokumen) biasanya sampai 90 hari (3 bulan).[1]
Dalam jangka waktu tersebut dimungkinkan nilai tukar valuta asing berfluktuasi
berdasarkan kondisi pasar keuangan. Untuk melindungi nasabah dari nilai tukar
yang berubah-ubah ini, maka diperlukan penjagaan nilai (hedging) sehingga dana
yang disediakan untuk membayar impor/ dana penerimaan tetap pada nilai yang
disepakati dengan pihak luar negeri.
b.
Keperluan bank syariah bagi
menjaga nilai (menutup posisi) dana pihak ketiga.
Bank syariah maupun
Unit Usaha Syariah saat ini umumnya telah menjadi bank devisa yang diantara
usahanya adalah membuka rekening giro, tabungan dan deposito dalam valuta
asing. Jika tidak ada pembiayaan dalam mata uang asing, maka mata uang asing
itu harus dikonversi ke dalam rupiah untuk disalurkan kepada pembiayaan. Tapi
bank tetap memiliki kewajiban untuk menyediakan dana dalam mata uang asing
apabila pemilik dana pihak ketiga itu menarik dananya. Untuk menjaga posisi
itu, bank harus menjaga nilainya agar tidak terjadi kerugian besar jika di masa
depan harus membeli kembali mata uang asing untuk mengembalikan dana itu kepada
nasabah.
Dalam beberapa kasus
bank syariah juga diminta untuk melakukan hedging atas dana modal yang diterima
dalam bentuk valuta asing.
c.
Keperluan bank bagi menjaga
nilai aset pembiayaan yang diberikan dalam valuta asing
Bank syariah yang
melakukan pembiayaan dengan valuta asing sedangkan pendapatan nasabah diperoleh
pada nilai rupiah akan memerlukan penjagaan nilai valuta asing yang diberikan.
Oleh karena itu bank meminta agar pendapatan itu dilakukan hedging.
d.
Keperluan bank bagi menjaga
nilai dana penempatan
Penempatan dana pada
bank syariah dalam bentuk valuta asing dapat berasal dari bank dalam negeri
maupun luar negeri. Penempatan itu dilakukan guna disalurkan kepada nasabah yang memerlukan
2.
Mafsadat yang umum terjadi
akibat Hedging
a.
Kemungkinan dijadikan alat
spekulasi
Meskipun tujuannya
untuk melindungi nilai tukar mata uang yang sedang dipegang, bagi lembaga lain
Hedging dapat menjadi alat spekulasi
dengan mencari nilai selisih (dalam perbankan disebut arbitrage)
diantara sekian nilai tukar yang diperjanjikan satu sama lain.
b.
Kemungkinan terkena imbas
rugi karena bank lain tidak mampu menunaikan kewajiban
Hedging biasanya
dilakukan antar bank dan karena adanya keharusan bank harus berada pada posisi
balance (square)
c.
Kemungkinan dijadikan alat
mencari keuntungan semata (arbitrage) dan tidak menyalurkan dananya ke sektor
riil.
Dalam situasi normal,
bank yang melakukan bisnis hedging memperoleh keuntungan dengan adanya selisih
kurs.
IV.
BAHAN DIKTUM FATWA
Berikut adalah praktek yang menjadi obyek
fatwa mengenai hedging
NO
|
ITEM
|
BOLEH DENGAN BATASAN (DHAWABITH)
|
TIDAK BOLEH (DENGAN DALIL)
|
1.
|
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan
underlyingnya dana Wadiah (Giro Valuta Asing)?
|
|
|
2.
|
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan
underlyingnya dana Mudharabah (Tabungan dan Deposito dalam Valuta Asing)?
|
|
|
3.
|
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan menggunakan
valuta asing lainnya (cross currency hedging)?
|
|
|
4.
|
Bolehkah bank melakukan swap (dalam rangka
hedging) atas dana interbank yang diterima, baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri?
|
|
|
5.
|
Bolehkah bank penerima Hedging melakukan hedging
ulang kepada bank ketiga meskipun tidak terdapat lagi underlying contract
untuk melakukan hedging/swap?
|
|
|
6.
|
Bolehkah bank mengharuskan nasabah yang menerima
pembiayaan dalam valuta asing untuk melakukan hedging atas cicilan yang
dibayarnya dalam rupiah?
|
|
|
7.
|
Bolehkah melakukan swap cicilan pembayaran
dalam rangka hedging dengan memasukkan unsur option?
Misalnya Bank A akan membeli valas pada nilai
12.500 dari Bank B pada 1 bulan ke depan. Pembelian itu disertai syarat, apabila
nilai di pasar lebih rendah dari itu, maka Bank A akan membelinya dari pasar.
Apabla nilai di pasar lebih tinggi dari 12.500 maka bank A akan membelinya
dari Bank B. Sebagai imbalannya bank A membayar sejumlah fee (strike
price) atas option ini.
|
|
|
8.
|
Bolehkah hedging dilakukan untuk melindungi nilai aset yang
underlyingnya kredit konvensional?
|
|
|
9.
|
Apakah Tahawwuth (Hedging) sudah dapat
dikategorikan sebagai akad, padahal sebagian besar kontrak
dalam hedging berisi muwa’adah (saling janji) dan belum
mencapai tingkatan akad?
|
|
|
10.
|
Bolehkah bank melakukan hedging dengan
membeli komoditas dan menjualnya pada kemudian hari?
|
|
|
11.
|
Bolehkah bank melakukan hedging dengan
menukar pendapatan yang tadinya tetap (fixed) i menjadi mengambang (floating) atau
sebaliknya?
|
|
|
V.
RUJUKAN NASH SEKITAR SARF
1.
Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i,
dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w.
bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا
بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ
إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah)
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan
sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama
dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu
jika dilakukan secara tunai.”
2.
Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu
Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ
وَهَاءَ...
“(Jual
beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”
3.
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri,
Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ
مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا
الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى
بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah
kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan
sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali
sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan
janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
4.
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan
Zaid bin Arqam:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْوَرِقِ بِالذَّهَبِ دَيْنًا.
“Rasulullah
saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ : كُنْتُ
أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أي مؤجلا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ ، وَأَبِيعُ
بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ ، فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن
ذلك فقال ( لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا
وَبَيْنَكُمَا شَيْء . رواه أحمد وأبو داود
والنسائي والترمذي وابن ماجه
Wallahu A’lam
RUJUKAN
1.
Fatwa DSN-MUI No.
28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
2.
Peraturan Bank Indonesia
No. 16/9/PBI/2014 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 Tentang Pembatasan Transaksi Rupiah Dan Pemberian Kredit Valuta
Asing Oleh Bank;
3.
International Chamber of
Commerce, Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-UCP 600,
2007;
4.
Sami Sweilem, Tahawwuth,
Islamic Development Bank, Islamic Research and Training Institute, Jeddah, 2006;
5.
International Islamic
Financial Market, ISDA/IIFM Tahawwut Master Agreement, Bahrain 2010
اتفاق ةٌ التحوّط الرئ سٌ ةٌ للاتحاد الدول للمقا ضٌات والمشتقات/ السوق المال ةٌ الإسلام ةٌ الدول ةٌ
6.
Andreas A. Jobst and Juan
Solé, Operative Principles of Islamic Derivatives – Towards a Coherent
Theory Prepared, IMF Working Paper, March 2012
7.
Daud Bakar, Hedging
Instruments in Islamic Finance, A paper presented to the 7th conference of
the Shariah Boards of Islamic Financial Institutions The Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) Kingdom of
Bahrain May 27 - 28, 2008 (24 -25 Dhu al-Hijjah 1427 AH)
8.
Muslima Zahan, Ron S.
Kenett, Hedging Instruments In Conventional And Islamic Finance
Electronic Journal of Applied Statistical Analysis: Decision Support Systems
and Services Evaluation EJASA:DSS (2012). Vol 3, Issue 1, 59 – 74
9.
Azlin Alisa Ahmad &
Mustafa ‘Afifi Ab. Halim, The Concept of Hedging in Islamic Financial
Transactions, Asian Social Science; Vol. 10, No. 8; 2014
10.
Bahan Presentasi Asbisindo di
DSN, Februari 2015
[1] Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-UCP
600, standar ekspor impor yang ditetapkan oleh International Chamber of
Commerce tahun 2007
No comments:
Post a Comment