Pages

Monday, March 14, 2016

Bahan Kajian Fatwa Hedging Syariah 2015

Tulisan ini dibuat sebagai pengantar menjelang Sidang Pleno DSN-MUI Desember 2015 tentang Hedging.

KAJIAN BAHAN FATWA HEDGING (TAHAWWUTH)
Kelompok Kerja Perbankan – BPH DSN

Kajian ini disusun untuk memudahkan perumusan fatwa tentang Hedging dalam perbankan syariah dengan memberi gambaran mengenai transaksi yang lazim dilakukan oleh perbankan konvensional.
I.                    PENGERTIAN HEDGING
Hedging adalah melakukan aktifitas untuk tujuan penjagaan nilai investasi/aset. Dalam perbankan hedging dilakukan dengan menukar (swap) pendapatan (sukubunga) dari mengambang (floating) menjadi sukubunga tetap (fixed) – atau sebaliknya. Sedangkan untuk menjaga nilai valuta asing, bank melakukan hedging dengan menjual dan membeli (atau sebaliknya) valuta asing untuk posisi tertentu di masa depan.


Instrumen yang diperlukan untuk melakukan hedging valuta asing adalah
Spot
Kontrak pembelian/penjualan valas yang dilakukan dengan penghantaran maksimum 3 hari kedepan.
Forward
Kontrak pembelian/penjualan dengan pelaksanaan dilakukan setelah lebih dari 3 hari
(Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Forward karena tidak diperkenankan menetapkan harga valuta asing sebelum pada hari pelaksanaannya. Yang dibolehkan adalah Forward agreement atau wa’ad yang merupakan rujukan harga kontrak. Dapat berubah pada saat pelaksanaan, melihat harga pada hari pelaksanaan)
Swap
Gabungan Spot dan Forward
Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Swap karena menyebabkan adanya spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak.
Untuk menghindari adanya penggabungan dua kontrak ini, bank syariah melakukan kontrak terpisah antara Spot dan Forward agreement.
Option
Variasi pada kontrak forward dimana pembeli/penjual memiliki hak untuk membeli/menjual dari pihak yang berkontrak di masa depan dengan membayar fee tertentu
Fatwa DSN No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) tidak membolehkan adanya kontrak Option juga karena menyebabkan adanya spekulasi yang akan merugikan salah satu pihak.

II.                  TRANSAKSI KEUANGAN UNTUK TUJUAN HEDGING YANG MENJADI OBYEK FATWA
Transaksi keuangan dengan tujuan hedging dalam perbankan syariah yang akan menjadi obyek fatwa terdiri dari beberapa macam dan variasinya.
1.                   Pendapatan
Dalam perbankan konvensional transaksi ini dikenal dengan swap sukubunga atau Interest Rate Swap
a.                   Menukar (swap) pendapatan mengambang (floating) dengan pendapatan tetap (fixed)
Dalam perbankan konvensional praktek ini dilakukan dengan menukar (swap) sukubunga floating (mengambang) dengan sukubunga tetap (fixed). Dengan demikian bank memperoleh pendapatan yang rata setiap bulan sebagai ganti dari pendapatan berfluktuasi miliknya. Untuk memperoleh pendapatan yang bersifat tetap ini bank harus membayar sejumlah fee (premi) yang disepakati.
Dalam perbankan syariah (mungkin) dapat dilakukan dengan menukar pembiayaan Mudharabah atau Musyarakah dengan pembiayaan Murabahah atau Ijarah.
b.                  Menukar pendapatan tetap (fixed) dengan pendapatan mengambang (floating)
Dalam perbankan konvensional dikenal dengan melakukan swap sukubunga tetap (fixed) dengan sukubunga floating (mengambang).
Dalam perbankan syariah dapat dilakukan dengan menukar pembiayaan Murabahah atau Ijarah dengan pembiayaan Mudharabah atau Ijarah
2.                   Valuta Asing (Valas)
Dalam perbankan  hedging valuta asing antara lain untuk tujuan
a.                   Menjaga nilai valuta asing semua dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito, antar bank dan pinjaman luar negeri)
Penjagaan ini dilakukan agar nilai valuta asing tetap pada nilai nominalnya saat diperlukan. Hal itu dilakukan dengan membuat kontrak penjualan pada hari ini (spot) dan pembelian kembali dari pihak lain untuk pengiriman pada masa yang akan datang (forward), atau sebaliknya, membeli pada hari ini dan menjual kepada pihak lain untuk jangka waktu tertentu. Dalam perbankan syariah hal ini juga dilaksanakan karena disisi penghimpunan dana bank syariah juga membuka rekening giro (wadiah), tabungan (Mudharabah) dan deposito (Mudharabah) dalam valuta asing. Demikian juga penempatan antar bank dan pinjaman luar negeri.
b.                  Menjaga nilai mata uang asing untuk aset pembiayaan
Pembiayaan yang diberikan dalam valuta asing umumnya dilakukan hedging agar tetap pada nominal yang diharapkan baik jumlah semuanya maupun cicilan pembayarannya.
Pada kedua transaksi ini, swap yang dilakukan dapat dikembangkan dengan menambahkan option yaitu variasi syarat dalam transaksi pembelian/penjualan. Misalnya Bank akan membeli kembali valuta asing yang ia jual dengan harga yang telah disepakati apabila di pasar harganya lebih tinggi.

3.                   Komoditas
Perlindungan terhadap nilai mata uang dapat juga dilakukan dengan menggunakan komoditas di Bursa komoditi. Hal itu dapat dilakukan dengan membeli komoditas pada saat menerima mata uang dan menjual kembali komoditas pada harga yang sama atau dengan tambahan fee/keuntungan pada masa depan (misalnya 3 bulan mendatang, 6 bulan mendatang dan seterusnya).
III.                PERTIMBANGAN MASLAHAT DAN MAFSADAT
1.                   Masalahat yang diperoleh dari Hedging dalam perbankan syariah
a.                   Keperluan Ekspor-Impor nasabah bank syariah
Pada umumnya pembayaran ekspor atau impor melalui Latter of Credit dilakukan setelah barang diterima atau dikirim dengan jangka waktu yang disepakati (setelah penerimaan dokumen) biasanya sampai 90 hari (3 bulan).[1] Dalam jangka waktu tersebut dimungkinkan nilai tukar valuta asing berfluktuasi berdasarkan kondisi pasar keuangan. Untuk melindungi nasabah dari nilai tukar yang berubah-ubah ini, maka diperlukan penjagaan nilai (hedging) sehingga dana yang disediakan untuk membayar impor/ dana penerimaan tetap pada nilai yang disepakati dengan pihak luar negeri.
b.                  Keperluan bank syariah bagi menjaga nilai (menutup posisi) dana pihak ketiga.
Bank syariah maupun Unit Usaha Syariah saat ini umumnya telah menjadi bank devisa yang diantara usahanya adalah membuka rekening giro, tabungan dan deposito dalam valuta asing. Jika tidak ada pembiayaan dalam mata uang asing, maka mata uang asing itu harus dikonversi ke dalam rupiah untuk disalurkan kepada pembiayaan. Tapi bank tetap memiliki kewajiban untuk menyediakan dana dalam mata uang asing apabila pemilik dana pihak ketiga itu menarik dananya. Untuk menjaga posisi itu, bank harus menjaga nilainya agar tidak terjadi kerugian besar jika di masa depan harus membeli kembali mata uang asing untuk mengembalikan dana itu kepada nasabah.
Dalam beberapa kasus bank syariah juga diminta untuk melakukan hedging atas dana modal yang diterima dalam bentuk valuta asing.  
c.                   Keperluan bank bagi menjaga nilai aset pembiayaan yang diberikan dalam valuta asing
Bank syariah yang melakukan pembiayaan dengan valuta asing sedangkan pendapatan nasabah diperoleh pada nilai rupiah akan memerlukan penjagaan nilai valuta asing yang diberikan. Oleh karena itu bank meminta agar pendapatan itu dilakukan hedging.
d.                  Keperluan bank bagi menjaga nilai dana penempatan
Penempatan dana pada bank syariah dalam bentuk valuta asing dapat berasal dari bank dalam negeri maupun luar negeri. Penempatan itu dilakukan  guna disalurkan kepada nasabah yang memerlukan
2.                   Mafsadat yang umum terjadi akibat Hedging
a.                   Kemungkinan dijadikan alat spekulasi
Meskipun tujuannya untuk melindungi nilai tukar mata uang yang sedang dipegang, bagi lembaga lain Hedging dapat menjadi  alat spekulasi dengan mencari nilai selisih (dalam perbankan disebut arbitrage) diantara sekian nilai tukar yang diperjanjikan satu sama lain.
b.                  Kemungkinan terkena imbas rugi karena bank lain tidak mampu menunaikan kewajiban
Hedging biasanya dilakukan antar bank dan karena adanya keharusan bank harus berada pada posisi balance (square)
c.                   Kemungkinan dijadikan alat mencari keuntungan semata (arbitrage) dan tidak menyalurkan dananya ke sektor riil.
Dalam situasi normal, bank yang melakukan bisnis hedging memperoleh keuntungan dengan adanya selisih kurs.
IV.                BAHAN DIKTUM FATWA
Berikut adalah praktek yang menjadi obyek fatwa mengenai hedging
NO
ITEM
BOLEH DENGAN BATASAN (DHAWABITH)
TIDAK BOLEH (DENGAN DALIL)
1.                    
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan underlyingnya dana Wadiah (Giro Valuta Asing)?


2.                    
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan underlyingnya dana Mudharabah (Tabungan dan Deposito dalam Valuta Asing)?


3.                    
Bolehkah melakukan swap valuta asing dengan menggunakan valuta asing lainnya (cross currency hedging)?


4.                    
Bolehkah bank melakukan swap (dalam rangka hedging) atas dana interbank yang diterima, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri?


5.                    
Bolehkah bank penerima Hedging melakukan hedging ulang kepada bank ketiga meskipun tidak terdapat lagi underlying contract untuk melakukan hedging/swap?


6.                    
Bolehkah bank mengharuskan nasabah yang menerima pembiayaan dalam valuta asing untuk melakukan hedging atas cicilan yang dibayarnya dalam rupiah?


7.                    
Bolehkah melakukan swap cicilan pembayaran dalam rangka hedging dengan memasukkan unsur option?
Misalnya Bank A akan membeli valas pada nilai 12.500 dari Bank B pada 1 bulan ke depan. Pembelian itu disertai syarat, apabila nilai di pasar lebih rendah dari itu, maka Bank A akan membelinya dari pasar. Apabla nilai di pasar lebih tinggi dari 12.500 maka bank A akan membelinya dari Bank B. Sebagai imbalannya bank A membayar sejumlah fee (strike price) atas option ini.


8.                    
Bolehkah hedging  dilakukan untuk melindungi nilai aset yang underlyingnya kredit konvensional?


9.                    
Apakah Tahawwuth (Hedging) sudah dapat dikategorikan sebagai akad, padahal sebagian besar kontrak dalam hedging berisi muwa’adah (saling janji) dan belum mencapai tingkatan akad?


10.                
Bolehkah bank melakukan hedging dengan membeli komoditas dan menjualnya pada kemudian hari?


11.                
Bolehkah bank melakukan hedging dengan menukar pendapatan yang tadinya tetap (fixed) i  menjadi mengambang (floating) atau sebaliknya?



V.                  RUJUKAN NASH SEKITAR SARF
1.                   Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”
2.                   Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ...
“(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”
3.                   Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
4.                   Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْوَرِقِ بِالذَّهَبِ دَيْنًا.
“Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ : كُنْتُ أَبِيعُ الْإِبِلَ بِالدَّنَانِيرِ [أي مؤجلا] وَآخُذُ الدَّرَاهِمَ ، وَأَبِيعُ بِالدَّرَاهِمِ وَآخُذُ الدَّنَانِيرَ ، فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك فقال ( لَا بَأْسَ أَنْ تَأْخُذَهَا بِسِعْرِ يَوْمِهَا مَا لَمْ تَفْتَرِقَا وَبَيْنَكُمَا شَيْء . رواه أحمد  وأبو داود  والنسائي  والترمذي وابن ماجه

Wallahu A’lam


RUJUKAN
1.                   Fatwa DSN-MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
2.                   Peraturan Bank Indonesia No. 16/9/PBI/2014 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 Tentang Pembatasan Transaksi Rupiah Dan Pemberian Kredit Valuta Asing Oleh Bank;
3.                   International Chamber of Commerce, Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-UCP 600, 2007;
4.                   Sami Sweilem, Tahawwuth, Islamic Development Bank, Islamic Research and Training Institute, Jeddah, 2006;
5.                   International Islamic Financial Market, ISDA/IIFM Tahawwut Master Agreement, Bahrain 2010
اتفاق ةٌ التحوّط الرئ سٌ ةٌ للاتحاد الدول للمقا ضٌات والمشتقات/ السوق المال ةٌ الإسلام ةٌ الدول ةٌ
6.                   Andreas A. Jobst and Juan Solé, Operative Principles of Islamic Derivatives – Towards a Coherent Theory Prepared, IMF Working Paper, March 2012
7.                   Daud Bakar, Hedging Instruments in Islamic Finance, A paper presented to the 7th conference of the Shariah Boards of Islamic Financial Institutions The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) Kingdom of Bahrain May 27 - 28, 2008 (24 -25 Dhu al-Hijjah 1427 AH)
8.                   Muslima Zahan, Ron S. Kenett, Hedging Instruments In Conventional And Islamic Finance Electronic Journal of Applied Statistical Analysis: Decision Support Systems and Services Evaluation EJASA:DSS (2012). Vol 3, Issue 1, 59 – 74
9.                   Azlin Alisa Ahmad & Mustafa ‘Afifi Ab. Halim, The Concept of Hedging in Islamic Financial Transactions, Asian Social Science; Vol. 10, No. 8; 2014
10.               Bahan Presentasi Asbisindo di DSN, Februari 2015







[1] Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-UCP 600, standar ekspor impor yang ditetapkan oleh International Chamber of Commerce tahun 2007


No comments: