Ada orang yang disuruh curhat di FB. Ngatain saya merasa paling bener. Padahal katanya période saya gagal dan saya dilengserkan. Sayangnya ngga banyak yang ngerti curhat itu. Terima kasih atas remindernya guru Abd Jabbar Natsir.
Kalau dilihat dari kerjaan, memang Pengurus IKAA "kaga ada gawenya" selain Halal Bihalal. Sayangnya antipati itu muncul biasanya karena suka atau tidak suka sehingga "kalau bukan orang kita pasti kaga bisa dah". Apalagi kalau "suka dan tidak suka" itu berasal dari dunia politik jawara alias jagoan. Sudah pasti ujungnya akan jadi "musuh".
Période saya memang tidak mulus seperti yang lain. (Saya sudah bilang, 4 tahun mimpin IKAA, dan 12 tahun mimpin alumni chapter IIUM NGGA ADA SATUPUN YANG BERHASIL).
Saat Musyawarah Anggota IKAA di Asrama Haji Bekasi September 1997 saya sudah tidak mau jadi ketua karena kesibukan kerja. Tidak seperti guru di Jungmalang yang tugas hariannya dari jam 7 pagi sd jam 13.00. Selalu saja ada gangguan misalnya saat rapat sudah direncanakan tiba-tiba saya harus tugas keluar kota. Nah kalau sudah begini siapa yang mau tanggungjawab? Selain itu banyak kepentingan politik yang membuat program ngga jalan. Termasuk yang banyak omong waktu rapat, pas ditagih modal menghilang bagai asap. Belum lagi orang yang cuma bisa ngatain dan ngejelekin.
Saksi "rencana pelengseran" (yang ngga jadi) saya yakin bukan anda tapi ust. Ahmad Masilla, Rojiun Muntaha (sekum saya waktu itu), Bang Nahrawi, Bang Soleh HB (Ketua IKAA berikutnya). Kejadiannya January tahun 2000 (satu tahun menjelang berakhir kepengurusan), pas masih rame-ramenya réformasi dan saya baru dua bulan masuk Bank Indonesia. Tempatnya di Mushalla Gapensi (bukan Gavensi hahaha, -lulus bahasa Indonesia ngga ustaz?). Saat itu yang terjadi sebaliknya, teman-teman malah mohon maaf karena mereka jugalah faktor penyebab tidak aktifnya Pengurus IKAA. Toh pada akhirnya Halal Bihalal tetap berjalan dan banyak yang hadir seperti biasa. Ketua IKAA berikutnya juga ngga aktif, tapi tidak dilengserkan. Ada apa? Begitu juga jaman bang Nahrawi (sesudah Soleh HB), nyaris ngga ada rapat bulanan seperti dalam program kerja. Why?
Kalau saya cerita mimpi, seperti pada tulisan sebelumnya, itu karena saya punya keinginan agar Halal Bihalal kita bermanfaat dan berdampak sosial ekonomi. Kalau saya cerita bagaimana susahnya jadi Pengurus IKAA, itu karena saya pernah jadi ketua. Bukannya sok tahu dan merasa paling beneran seperti yang dituduhkan guru Abd Jabbar Natsir. Kecuali jika guru kita ini disuruh orang lain yang kelakuannya terbongkar gara-gara tulisan saya sebelumnya. Sebab waktu kejadian berlangsung (tahun 2000) haqqul yakin guru Abd Jabbar Natsir masih (maaf) "kayak pitik" alias "bocah ledok". Jangan-jangan belum lahir pula.
Makanya komentar saya kalem aja, "ajak makan siang aja. terus nasehatin." Sebab yang namanya bocah ledok itu kaga tau apa2 dan bisanya cuma asbun alias asal bunyi. (Padahal lulusan AlAzhar Cairo). Umumnya yang nyuruh itu punya sikap pengecut, ngga berani berhadapan untuk diskusi sehat (karena IQnya jongkok), maen kroyokan dan nyuruh orang lain. Pribadi seperti ini bukan hasil binaan pondok Attaqwa tercinta, melainkan para jawara yang kerjanya petantang petenteng kayak ayam jago kurang makan.
Saya memang nyaris dilengserkan oleh kawan-kawan. Tapi saya bersyukur, karena selama jadi Ketua IKAA tidak pernah memfitnah alumni lain untuk kepentingan politik pribadi.
Kalau boleh saya berpesan kepada Ust. Abd Jabbar Natsir, kalau mau komplen jangan curhat sendirian di FB. Saya membacanya jadi kasihan, mirip orang galau "kaga danta." Kalau jantan, tulis komentar di tulisan saya, kita diskusi secara sehat dengan bahasa santun seperti ust. Ahmad Masilla, lurah keren kita Pak Najmuddin Gadol Assalam, atau juragan karpet Ihya Ulumuddin MGE. Dengan begitu Ukhuwwah Attaqwa, Ukhuwwah Kharrijiyyah (alumni) terpelihara. Apatah lagi guru adalah lulusan AlAzhar yang dikenal dengan keluasan cakrawala Islamnya.
Wallahu A'lam
Période saya memang tidak mulus seperti yang lain. (Saya sudah bilang, 4 tahun mimpin IKAA, dan 12 tahun mimpin alumni chapter IIUM NGGA ADA SATUPUN YANG BERHASIL).
Saat Musyawarah Anggota IKAA di Asrama Haji Bekasi September 1997 saya sudah tidak mau jadi ketua karena kesibukan kerja. Tidak seperti guru di Jungmalang yang tugas hariannya dari jam 7 pagi sd jam 13.00. Selalu saja ada gangguan misalnya saat rapat sudah direncanakan tiba-tiba saya harus tugas keluar kota. Nah kalau sudah begini siapa yang mau tanggungjawab? Selain itu banyak kepentingan politik yang membuat program ngga jalan. Termasuk yang banyak omong waktu rapat, pas ditagih modal menghilang bagai asap. Belum lagi orang yang cuma bisa ngatain dan ngejelekin.
Saksi "rencana pelengseran" (yang ngga jadi) saya yakin bukan anda tapi ust. Ahmad Masilla, Rojiun Muntaha (sekum saya waktu itu), Bang Nahrawi, Bang Soleh HB (Ketua IKAA berikutnya). Kejadiannya January tahun 2000 (satu tahun menjelang berakhir kepengurusan), pas masih rame-ramenya réformasi dan saya baru dua bulan masuk Bank Indonesia. Tempatnya di Mushalla Gapensi (bukan Gavensi hahaha, -lulus bahasa Indonesia ngga ustaz?). Saat itu yang terjadi sebaliknya, teman-teman malah mohon maaf karena mereka jugalah faktor penyebab tidak aktifnya Pengurus IKAA. Toh pada akhirnya Halal Bihalal tetap berjalan dan banyak yang hadir seperti biasa. Ketua IKAA berikutnya juga ngga aktif, tapi tidak dilengserkan. Ada apa? Begitu juga jaman bang Nahrawi (sesudah Soleh HB), nyaris ngga ada rapat bulanan seperti dalam program kerja. Why?
Kalau saya cerita mimpi, seperti pada tulisan sebelumnya, itu karena saya punya keinginan agar Halal Bihalal kita bermanfaat dan berdampak sosial ekonomi. Kalau saya cerita bagaimana susahnya jadi Pengurus IKAA, itu karena saya pernah jadi ketua. Bukannya sok tahu dan merasa paling beneran seperti yang dituduhkan guru Abd Jabbar Natsir. Kecuali jika guru kita ini disuruh orang lain yang kelakuannya terbongkar gara-gara tulisan saya sebelumnya. Sebab waktu kejadian berlangsung (tahun 2000) haqqul yakin guru Abd Jabbar Natsir masih (maaf) "kayak pitik" alias "bocah ledok". Jangan-jangan belum lahir pula.
Makanya komentar saya kalem aja, "ajak makan siang aja. terus nasehatin." Sebab yang namanya bocah ledok itu kaga tau apa2 dan bisanya cuma asbun alias asal bunyi. (Padahal lulusan AlAzhar Cairo). Umumnya yang nyuruh itu punya sikap pengecut, ngga berani berhadapan untuk diskusi sehat (karena IQnya jongkok), maen kroyokan dan nyuruh orang lain. Pribadi seperti ini bukan hasil binaan pondok Attaqwa tercinta, melainkan para jawara yang kerjanya petantang petenteng kayak ayam jago kurang makan.
Saya memang nyaris dilengserkan oleh kawan-kawan. Tapi saya bersyukur, karena selama jadi Ketua IKAA tidak pernah memfitnah alumni lain untuk kepentingan politik pribadi.
Kalau boleh saya berpesan kepada Ust. Abd Jabbar Natsir, kalau mau komplen jangan curhat sendirian di FB. Saya membacanya jadi kasihan, mirip orang galau "kaga danta." Kalau jantan, tulis komentar di tulisan saya, kita diskusi secara sehat dengan bahasa santun seperti ust. Ahmad Masilla, lurah keren kita Pak Najmuddin Gadol Assalam, atau juragan karpet Ihya Ulumuddin MGE. Dengan begitu Ukhuwwah Attaqwa, Ukhuwwah Kharrijiyyah (alumni) terpelihara. Apatah lagi guru adalah lulusan AlAzhar yang dikenal dengan keluasan cakrawala Islamnya.
Wallahu A'lam
No comments:
Post a Comment