Pages

Sunday, August 30, 2009

Persatuan dan Hati

Hari Ahad kemarin saya mengundang rekan-rekan mantan aktivis di kampung untuk berbuka puasa bersama. Acara ini sudah menjadi tradisi kami tiap tahun. Biasanya selalu diadakan di rumah saya. Tapi sejak tahun lalu kami memutuskan untuk bergilir. Akhirnya pilihan jatuh di rumah salah seorang dari kami yang kebetulan tidak terpilih lagi menjadi anggota perwakilan rakyat. Tanpa diduga, pengurus yang aktif juga hadir, bahkan banyak. Karena dianggap "pemrakarsa" acara, ditambah latar belakang pendidikan saya, akhirnya saya didaulat untuk memberikan tausiyah.

Tausiyah saya pendek. Ini karena waktu yang dialokasikan tidak panjang. Hanya 15 menit menjelang maghrib. Maklumlah, gaya Indonesia. Diminta datang jam 4 sore, kebanyakan baru muncul setengah enam. (Bahkan ada yang datang pas azan Maghrib berkumandang dari masjid sebelah.)

Di tengah waktu yang sempit itu saya kebingungan. Tidak tahu yang mana tema harus dipilih. Akihrnya saya pilih sekenanya saja. Melihat amburadulnya organisasi pemuda dan kemasyarakatan saat ini, saya memilih tema disiplin. Karena itu tafsiran ayat Quran yang saya baca diarahkan ke tema itu.

Sesungguhnya orang-orang yang berkata bahwa Tuhan kami itu Allah, kemudian beristiqamah, turun kepada mereka malaikat yang berkata "jangan kamu merasa takut dan duka cita". Dan bergembiralah, dengan syurga yang telah dijanjikan kepada mereka. (Fushilat -41-:30, terjemahan bebas)

Ayat ini dulu sangat efektif untuk membangkitkan semangat berjuang, terutama melawan rezim yang berkuasa. Para aktifis seperti memiliki steady ground untuk menyusun strategi dan taktik dalam menghadapi serangan dan tindasan penguasa. Gaya mereka begitu efektif, disiplin dan efisien. Makanya mereka bisa bertahan. Masalahnya apa yang terjadi dengan ormas-ormas mereka sekarang?
Jika dulu fighting spirit diperlukan untuk menahan penindasan, sebenarnya hari ini spirit yang sama juga masih diperlukan, untuk menjaga keberlangsungan hidup (survivality). Tanpa spirit ini, sebuah organisasi tidak akan pernah bisa berlanjut. Artinya, sikap istiqamah itu diperlukan untuk menjaga disiplin dan efisiensi.

Nampaknya hal itu yang hilang dari organisasi kami kini, Istiqamah. Istiqamah dalam arti disiplin. Coba saja lihat, apakah pernah ada pertemuan pengurus tiap minggu, tiap bulan atau tiap triwulan? Mereka biasanya baru muncul kalau mau ada training atau mau konferensi/muktamar. Terus bikin proposal dan minta bantuan kesana-sini. Dalam jumlah yang besar pula. Kami para senior termasuk yang paling pertama diburu.
Persoalan organisasi tidak pernah selesai. Mulai dari kasus anggota yang memanfaatkan nama baik, laporan keuangan yang tidak beres sampai sesama pengurus yang kecelakaan sehingga harus menikah di usia lebih awal.
Disiplin, keteraturan dan rutinitas adalah jiwa manajemen. Ibarat kendaraan, mereka adalah roda penggerak, yang membuat kendaraan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Jika mereka hanya sekali-sekali saja bergerak, jangan harap kendaraan itu sampai pada tempat tujuan dengan cepat. Itulah makna istiqamah dalam manajemen.

***

Setelah makan malam, tuan rumah minta izin untuk memberikan ucapan terima kasih. Tanpa diduga dia justru menambahkan tausiah. Tentang bagaimana ummat Islam sekarang sedang ditanamkan rasa curiga diantara mereka oleh pihak-pihak yang tidak senang. Tentang Ummat Islam yang sedang dibuat stigmatisasi bahwa remaja mesjid akhirnya jadi teroris yang melakukan pengeboman. Bahwa orang-orang berjenggot itu berbahaya, sehingga jamaah tabligh yang sedang melakukan dakwah juga ditangkapi secara membabi buta....

***

Pulang dari acara ifthar, hp saya berbunyi tanda ada sms masuk. Tulisannya:
Di organisasi kita, saya hanya mampir, dan guru pribadi saya dapatkan di luar organisasi. Sebab organisasi itu hanya murid, bukan guru. Tidak ada kedekatan jiwa yang mencerminkan hubungan guru dan murid. Yang ada cuma hubungan pernah sama-sama di organisasi. Saya pribadi hanya anda yang patut dijadikan sokoguru di organisasi. Yang lain tidak.
Saya balas sms itu, maksudnya apa. Dia menjawab:
Paling tidak untuk segelintir para senior yang ada. Menurut kami selalu ada ilmu yang diberikan anda setiap ada pertemuan. Zaman sekarang ulama sudah langka..."

***

Saya tidak begitu jelas menangkap pesan itu. Yang saya tahu, organisasi yang kami geluti memang penuh dengan manusia-manusia energik. Begitu energiknya terkadang terjadi pergesekan antar pengurus. Khusus di kampung kami, sering terjadi para senior merasa lebih pintar dari para junior sehingga timbul suasana main perintah dan main suruh. Suasana itu masih terasa meskipun para senior sudah menjadi alumni organisasi, padahal secara pengetahuan, para junior ini sudah jauh lebih tinggi dari seniornya.

Orang sering lupa, bicara persatuan, asosiasi, silaturrahim atau apapun namanya, mestinya bukan mulut yang bicara. Mestinya hati yang bicara. Jika hatinya masih terasa tinggi, maka apapun yang dikatakan akan terasa nyelekit. Tapi jika hatinya rendah, semua yang diucapkan akan terasa sejuk. Jika hati sudah punya komitmen, berapapun jumlah yang akan dikeluarkan akan terasa kecil. Dan jika hati sudah percaya bahwa Tuhanlah yang memberi rizki, maka tidak akan pernah ada ketakutan untuk memberi makan bagi yang berpuasa. Apalagi untuk sesama anggota organisasi Islam...

Wallahu A'lam

No comments: