Pages

Friday, October 21, 2011

Welcome to Kampala, Islamic Bank



Di Entebbe Airport

Abariako Ndugu? Salama sana? Sapa rekan saya dari Bank of Uganda dalam surel alias email. Sapaan dalam bahasa Swahili itu mengingatkan saya kepada beberapa kawan dari Uganda, Kenya dan Tanzania sewaktu kuliah di Pakistan dulu. Mereka sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa yang kedengarannya lucu di telinga saya itu. Kali ini saya berkesempatan mendatangi salah satu dari negera mereka lewat undangan yang dikirim rekan dari Bank of Uganda. Dan nampaknya rekan ini tidak sabaran menunggu tim pengajar dari Bank Indonesia untuk berangkat ke Uganda.

Setelah sempat tertunda selama tiga minggu karena "kesibukan", akhirnya tim dari Bank Indonesia yang bertugas mengajar di Islamic Banking Workshop di Bank of Uganda berangkat juga pada awal Juli 2011. Sebelumnya training tentang Islamic banking selalu menjadi salah satu program dalam training micro finance yang terdapat dalam proyek kerjasama teknis Selatan-Selatan  SSTC (South-south Technical Cooperation) dibawah payung negara-negara non blok dan dimotori oleh Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia  . Bank Indonesia menjadi pengajar undangan untuk materi BPRS dan perbankan syariah dalam training yang biasanya dilaksanakan di Bandung (thanks for Pak Rofii  and all colleagues of SSTC and Henny Susianti of PNM). Kali ini nampaknya Bank of Uganda yang kesengsem ingin ngadain training sendiri. Karena itu dia mengundang sesama bank sentral untuk menjadi pengajar. Akomodasi dan transportasi disediakan oleh mereka. Tinggal datang dan ngajar...

Perjalanan ke negara Afrika timur itu lumayan melelahkan. Penerbangan menggunakan Emirate ke Kampala harus transit di Dubai dan Addis-Ababa. Total perjalanan termasuk transit memakan waktu 24 jam lebih. Berangkat dari Jakarta sekitar jam satu malam, tiba di bandara Entebbe sekitar jam 14.00 siang.

Begitu menginjakkan kaki di Entebbe Airport rasa aneh sudah menyergap, melihat bandara yang mirip supermarket. Di sekeliling bangungan ada tulisan MTN, dengan warna pita kuning. Rupa-rupanya warna kuning itu adalah lambang perusahaan telekomunikasi terkenal di Uganda. Padahal kata kawan, MTN itu perusahaan seluler asal Itali.  

Rasa aneh berlanjut ketika masuk bangunan airport. Semua penumpang ngantri kayak di ATM. Padahal beberapa diantara pengantri ada yang pakai jas dan menggunakan passport diplomat. Kebetulan kami juga pakai paspor dinas yang warnanya biru. Kami juga diperlakukan sama dengan yang lain, yaitu harus bayar 50 dollar. Anehnya,  orang Amerika diperlakukan lebih parah (padahal di negara lain biasanya kayak raja). Mereka  harus minta visa dari negara sendiri. Embassy Tidak terbayangkan kalau orang Indonesia harus meminta visa dari Jakarta. Padahal kedutaan besar Uganda terdekat adanya di India. Mau nginep di India cuma untuk dapat visa ke Uganda? Kata orang betawi, ntar dulu deh cing....

Keluar wilayah dari airport sudah terlihat orang menggunakan motor dengan membawa penumpang dan barang. Orang sini menyebutnya Boda-boda, yang di Indonesia kita kenal dengan istilah Ojek. Boda-boda, kata supir yang menjemput kami, sebenarnya fenomena baru, sekitar 3-4 tahun kebelakang. Tapi dampaknya sudah kemana-mana. Maklum yang namanya ojek, nggak beda baik di Jakarta maupun Kampala; suka ngebut, nyalip, nyelip and nyeruntul motong jalan. Karuan saja banyak pasien yang meringkuk di rumah sakit gara-gara bike-taxy ini. 

Perjalanan dari Entebbe ke Kampala sebenarnya dapat ditempuh dalam setengah jam, karena jaraknya hanya 35 km. Tapi hari itu terjadi metal (macet total, meminjam istilah para twitter), hanya karena banyak orang yang mau lihat anaknya  yang mondok sekolah. Banyak sekolah bagus disini, yang kebanyakan dikelola gereja, yang mengharuskan para siswa tinggal di asrama. Maksudnya biar bisa diatur. Akibatnya banyak orangtua yang hanya bisa nengok anaknya pada hari Minggu. Kebetulan letak sekolah-sekolah itu pas di jalan menuju airport.  Tak ayal kemacetan sangat panjang, sampe puluhan kilometer dan mencapati dalam kota Kampala. Anehnya, para pengendara itu tetap disiplin. Hanya ada satu-dua kendaraan yang nyalip, dan itu bisa dipastikan angkot (yang disini mobilnya dodge atau suburband) dan tentu, sang boda-boda.

****

Kami tiba di Kampala sekitar jam 17.00 waktu setempat atau sekitar jam 22.00 WIB. Kota ini terletak di atas bukit dan dihuni kira-kira 7 juta jiwa. Jalan-jalannya kecil dan sebagian besar berdebu. Seperti di kota  negara bekas jajahan Inggris, Kampala memiliki banyak bangunan antik peninggalan abad 19 dan 20.

Kami lalu diantar ke di Hotel Imperial, sebuah hotel berbintang 5 di Kampala. Tapi kesan yang muncul justru hotel tua karena tapi konstruksinya yang India banget. Rupa-rupanya hotel itu milik seorang pengusaha India yang besar di Uganda. Anehnya banyak hiasan yang bermotif kaligrafi. Bahkan dekat lobi hotel ada foto Masjidil Haram di waktu malam yang dipajang di dinding dan berpigura ukuran besar. Diketahui kemudian bahwa sang pemilik memang seorang muslim.

Kami diberi kamar gede banget kayak presidential suit dengan desain dan ornamen seperti awal abad 20. Saya merasa seperti berada di kamar para maharaja India kecuali bahwa hiasannya tidak terlalu rame. Kalau pagi, pemandangan ke luar kamar seperti di kampung sendiri. Masih banyak pohon dan cahaya matahari menyelinap diantara dedaunan diselingi kicauan burung-burung yang bertengger di cabang-cabangnya. Fasilitas Wifi juga tersedia meskipun harus minta passkey setiap hari. Makanya jam 6 pagi saya bisa gtalk-an sama teman-teman di kantor, yang di Jakarta sudah jam 10.00 pagi

Saya pikir saya harus puasa selama seminggu di Kampala. Karena menurut cerita, orang Uganda makanannya berbeda. Tapi ternyata banyak nasi juga, bahkan masaknya ala nasi biryani yang pakai minyak. Wah ini istimewa, sebab sebelumnya saya sudah ditakut-takuti bahwa makanan yang ada hanya matooke (pisang direbut terus dibejek2 dicampur sambel kacang tanpa cabe) yang wanginya kayak timus, atau Gonja alias pisang mentah yang direbus buat sarapan.

******

"Akhirnya sampe juga ke Uganda" kata Pak Nasirwan, senior saya di kantor yang ikut dalam rombongan, "negara dengan perjalanan politik yang panjang dan mengerikan." Disini ada yang pernah jadi diktator seperti di negara berkembang lainnya. Banyak juga yang korupsi sebagaimana para pemimpin lainnya. Tapi tidak pernah dunia mendengar hal yang begitu kejam (selain Hitler dan Mussolini) kecuali dari negara ini. Dan itu datangnya dari sang presiden, Idi Amin yang nama lengkapnya Idi Amin Dada Oumee. Dia dipanggil dengan berbagai nama seram  seakan-akan jadi monster. Konon semasa menjadi presiden ia berhasil membunuh antara 100.000 s/d 500.000 orang

Entah kenapa kisah Idi Amin begitu dibesar-besarkan. Berbagai buku ditulis tentang kekejamannya ketika memerintah. Demikian parah nya buku-buku itu sehingga orang sering mempertanyakan kesahihannya. Misahnya ada kisah yang menceritakan Idi Amin memberi makan buaya peliharaannya dengan mayat musuh politiknya! Tapi keheranan terhadap berlebihannya berita itu akan hilang jika membaca cerita Idi Amin secara utuh. Ternyata presiden itu memberi sinyal hijau kepada pejuang Palestina untuk membajak pesawat El-Al milik Israel di Entebbe! Bisa jadi kemudian Israel dan media massa yang dikuasainya kemudian tidak pernah absen membuat stereotype, alias menjelek-jelekkan sang pemimpin, walaupun seringkali tanpa dasar.

Boda-boda, Ojek di Kampala. Foto by Nasirwan
Uganda dibawah Idi Amin ngotot  ingin menjadi anggota OIC (Organization of Islamic Conference) alias ikatan negara-negara muslim. OIC kemudian meminta Uganda untuk memenuhi beberapa syarat untuk menjadi anggota OIC, diantaranya semua makanan yang disediakan restoran di seluruh Uganda harus halal menurut ukuran Islam. Permintaan itu dipenuhi dan akhirnya Uganda masuk menjadi anggota pada tahun 1974. Pengaturan tentang makanan sampai hari ini masih berlaku. Makanya aneh juga, di negeri yang penduduk Kristennya  jadi mayoritas begini, susah didapati warung makanan yang menyediakan pork alias daging babi. Saya jadi ingat tahun 2009 ketika ikut rapat working group Sharia Governance IFSB di Mauritius, sebuah negara-pulau kecil di tenggara Afrika. Pengaturan makanan dan minuman disana sama dengan Uganda. Kita yang dari negeri muslim jadi nggak usah khawatir. Sebab kalau pemilik restorannya bandel dan ketahuan menjual daging tidak halal, urusannya bisa sampai polisi.

Idi Amin mendekalarasikan bahwa Bahasa Swahili , bahasa yang banyak pengaruh bahasa Arabnya (seperti Melayu, Urdu dan Persia) dan ditulis menggunakan aksara Arab, menjadi bahasa nasional. Kebijakan ini dianggap lebih bersifat politis karena saat itu ia mendekat kepada negara-negara Muslim, terutama Libia, dan Uni Sovyet. Ada 26 bahasa lain yang digunakan sehari-hari oleh berbagai suku di Uganda. Di daerah  Kampala sendiri, orang menggunakan Luganda, bahasa suku dan kerajaan Baganda yang menjadi penguasa daerah yang menjadi ibukota Uganda sekarang. Meskipun Kiswahili  menjadi bahasa nasional pada tahun 2005 atas inisiatif presiden Mosevini  tetap orang lebih senang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

******

Bersama peserta training BOU
Islamic Banking Workshop yang dilaksanakan oleh Bank of Uganda untuk para pengawasnya merupakan jawaban atas permintaan yang telah diminta oleh bank of Uganda untuk memberikan training. Sebelumnya, p ada bulan Februari 2011 dua deputi direktur dari BOU mengunjungi Bank Indonesia dan mereka merasa pengaturan perbankan Islam di Indonesia paling comprehensive dibanding negara-negara di Timur Tengah dan Malaysia.

Ada 3  Islamic multinational bank dari Timur Tengah berencana akan buka bank Islam di Uganda. Sebagaimana lazimnya bank sentral di negara-negara lain, Bank of Uganda harus mempersiapkan diri untuk mainan baru  ini. Paling tidak dalam pengaturan dan pengawasannya. Untuk itu mereka juga harus mempersiapkan sumber daya manusianya. Ketika kami datang, BOU sudah mematangkan draft perubahan undang-undang perbankan dan undang-undang bank sentralnya untuk mengakomodir pendirian bank Islam di negaranya sendiri.

Mengajar perbankan syariah atau Islamic banking kepada para pejabat bank sentral yang mayoritas kristen tentu memerlukan persiapan tersendiri. Terutama peristilahan perbankan syariah, yang harus sudah difamiliarkan ke dalam bahasa Ingris. Juga harus bisa menjelaskan kepada mereka tentang manfaat bank syariah yang bukan hanya untuk orang Islam tapi juga kepada ummat lainnya selama sistemnya sesuai syariah. Untungnya saya sering ditugaskan mengajar dalam bahasa Inggris, jadi problem bahasa sedikit-banyak bisa teratasi. Tapi memasuki training dengan background yang berbeda dan kosong dalam perbankan syariah tetap saja menemukan hal-hal yang musykil. Ketika dicoba menggali apa yang sebenarnya ingin mereka ketahui muncul tulisan di kertas kecil yang kami bagikan dan ditempel .
- Understanding the terminologies
- Understanding the no-interest concept
- Islamic terms
- Liquidity Management (In Islamic bank)
- Capital Adequacy Ratio
- The terminologies used to interprete the laws
- Islamic products
- Profit Sharing
- Investments
- Dealing between conventional and Islamic institutions
- Islamic Bonds (Sukuk)
- Trying to understand the logic behind Islamic Banking
- Sharing of profit vs paying interest (only terminology)
- Keeping track of profits to be shared
- Taxation issues
- Ensuring that money is not invested in "haram" - Sin industries (maksudnya?)

Terlihat bahwa peserta sudah akrab bin familiar dengan permasalahan di dunia perbankan. Jangan lupa, Uganda bahkan sudah menerapkan Basel II lebih dulu dari Indonesia. Tapi sebagaimana umumnya orang yang baru denger, mereka juga ingin melihat perbandingan bank konvensional dengan perbankan Islam. Bahkan issues yang terjadi dalam keuangan Islam pun mereka ingin tahu, seperti soal sukuk.

Dan ketika dibuka forum tanya jawab selama training berlangsung, ada pertanyaan mengenai bank syariah yang mengandung kecurigaan, seperti:
- Is Islamic banking proposed to promote Islam? (Apakah perbankan Islam ditujukan untuk menyebarkan agama Islam)
- What is rationale of Islamic banking? (Apa alasan pendirian bank Islam)
- If you were Uganda economic consultant, give us reason why Uganda should regulate Islamic banking? (Apabila anda seorang konsultan ekonomi Uganda, berikan alasan mengapa Uganda harus menyusun regulasi bank Islam)

Ada juga pertanyaan yang lucu dan lugu seperti ini.
- I think people interested in Islamic bank because they were developed by oil-rich Arab states. (Saya kira orang tertarik pada bank Islam karena mereka dikembangkan oleh negara-negara Arab yang kaya akan minyak.
Is it holiday in Friday in Islamic banking? (Apakah Jumat itu hari libur di bank Islam)

Ada juga yang  mungkin ngetes, misalnya
- Can a non-muslim become sharia supervisory board? (Dapatkah seorang non muslim menjadi Dewan Pengawas Syariah)
- Can a lady become member of sharia supervisory board? (Dapatkah seorang perempuan menjadi Dewan Pengawas Syariah)

Dari pelaksanaan selama 5 hari dengan 3 orang instruktur, komen dari para peserta cukup beragam. Saya tampilkan disini apa adanya.
- Major challenges sited, but we look forward to advancing in Islamic Banking
- Thank you for the highly educative presentations on Islamic banking
- Time was not adequate for material presentation
- Need for attachments to improve our supervisory skills
- We need more training
- Cecep is a very good instructor (ini komen asli lho, bikinan mereka)
- Further attachment required with Asian countries (Indonesia/Malaysia)
- Training has been enlighting
- The workshop were well presented
- The training has generally been fair
- The course is very necessary and sufficient but the time frame is short. This course required more than a week but knowledge obtained is very good
- Very informative workshop. More training needed to learn a lot more about Islamic Banking
- Very good delivery and material, more time required to cover areas in depth
- Nice presentations
- Islamic banking was a good topic and a lot was learnt

Thanks to metode active learning yang kami terapkan. Metode partisipatif seperti ini terbukti ampuh membuat peserta interaktif bukan saja dengan instruktur tapi juga dengan peserta lainnya. Dengan metode ini juga justru kami malah banyak belajar dari mereka mengenai situasi perbankan yang ada di Uganda.  

*****


Masjid Qadhafi Kampala dari depan. -Foto by Nasirwan, Canon Powershot G9
Sebagai orang Islam, rasanya tidak lengkap datang ke Kampala jika tidak mengunjungi Masjid Qadhafi. Orang Uganda menyebutnya Qadhafi Grand Mosque. Sesuai namanya, Masjid Qadhafi merupakan sumbangan dari Muammar Qadhafi, pemimpin Libya, yang ketika kami berkunjung lagi digoyang sebagian rakyatnya.

Masjid ini juga merupakan kantor pusat Uganda Muslim Supreme Council  sebuah organisasi payung bagi berbagai organisasi mulsim yang ada di Uganda. Lembaga ini dipimpin seorang ketua dan sekjen, serta dewan mufti.

Ceramah dadakan setelah Jumat- -Foto by Nasirwan, Canon G90
Tapi betapa kagetnya saya ketika selesai shalat Jumat diminta untuk memberikan ceramah tentang bank Islam. Saya sempat protes, tapi rekan-rekan dari BI segera memberi isyarat untuk memenuhi permintaan itu. Akhirnya jadilah saya penceramah dadakan. Untunglah saya sering jadi pembicara seminar dan lokakarya dalam bahasa Inggris. Jadi alhamdulillah cerita tentang bank Islam mengalir begitu saja dan tidak terasa sampai setengah jam! Selepas ceramah, saya disalami semua jamaah yang tersisa (hampir sepertiga isi masjid) dan jadi merasa ngeri sendiri. Jangan-jangan saya dianggap direktur oleh orang-orang ini.

Ketika ceramah setelah shalat jumat


















Bersama Uganda Muslim Supreme Council. Foto by Nasirwan
 Tapi kami berhasil meminta gentlement promise dari mereka untuk membantu Bank of Uganda dalam menyusun regulasi dan pengawasan perbankan syariah, terutama dari sisi kesyariahan. Mereka sangat bersemangat menyambutnya, karena sudah lama mereka mendengar tentang bank Islam termasuk rencana BOU untuk membolehkan berdirinya bank Islam di Uganda. Mereka kemudian minta dikirimkan contoh fatwa tentang perbankan syariah sehingga apabila ada pertanyaan tentang masalah kesyariahan dari BOU mereka sudah siap dengan draftnya. Saya berjanji akan mengirimkannya setelah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Arab. Insya Allah

*****


Beberapa rekan di tanah air mengirim email dan meminta kami pergi Wildlife Conservation area yang berhasil dikelola oleh Wildlife Conservation Society. Sayang sekali permintaan itu tidak dapat kami penuhi karena mepetnya waktu dan konservasi itu sendiri jauh di sebelah utara. Untuk menuju kesana diperlukan waktu sekitar 3 jam perjalanan. Padahal waktu yang disediakan kantor ngepas banget.
Peta Wild Life Education Center-Foto by Cecep, Blacberry

Dalam perjalanan pulang ke airport Entebbe, driver kami mengusulkan agar mampir ke Wildlife Education Center, semacam Kebon Binatangnya Kampala. Letaknya di tepi Victoria, danau tropis terbesar di dunia, yang membatasi tiga negara, Uganda, Kenya dan Tanzania. Bon-bin  ini diisi oleh berbagai binatang yang ada di seantero Uganda. Sebagai kompensasi karena tidak bisa ke Conservation Center, usulan itu bolehlah.

Ternyata memang benar, banyak sekali binatang yang dikoleksi disini. Kerena itu luas kebon binatang ini jelas lebih luas dari kebon binatang manapun di Indonesia. Dari lambang-lambang yang ada di papan peta nya terlihat berbagai organisasi dunia yang mendukung hadirnya WEC ini .

Tapi bagaimanapun luasnya WEC, tetap menyisakan keinginan untuk bisa melihat langsung Wildlife Conservation area atau Safari Park seperti yang ada di Nairobi (Kenya). Kalau memang Tuhan mengizinkan, apa susahnya?
Seperti yang terjadi sekarang, siapa yang nyangka bisa datang ke Uganda? Lewat rekan-rekan BOU yang ngebet pingin diajarin perbankan syariah, kita bisa nengok negara yang disebut pearl of Africa  ini.
Alhamdulillah...

5 comments:

ahapsari said...

Assalamuálaikum ustd...senang baca sharing pengalaman di Uganda, saya jadi tertarik pengen tahu juga jawaban ustd atas pertanyaan2 lugu peserta di Uganda...

Cecep eM-Ha said...

Terima kasih.
Yang jelas kudu punya ilmu "ngeles" yang banyak. Soalnya kalau dijelasin semuanya tentang bank syariah di Indonesia saya juga nggak begitu pede. Banyak yang perlu diperbaiki jika Indonesia ingin jadi pusat keuangan Islam internasional.
Wallahu a'lam

Heny said...

Mantaappppp...

Heny said...

Mantaappppp...

Cecep eM-Ha said...

Thanks Mba Heny,
Tapi tulisanmu ditunggu juga.