Pages

Tuesday, October 18, 2011

Misteri Puasa

Dalam sebuah hadits Qudsy dikatakan bahwa Allah berfirman: "Seluruh amal anak Adam baginya selain puasa, sesung­guhnya puasa itu bagiKu dan Aku membalasnya. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari). Saya memaknakan statemen ini sebagai sebuah pernyataan serius: puasa punya rahasia-rahasia yang hanya Allah mengetahuinya. Misteri itu mungkin akan diberikanNya kepada para hamba memang bertafakkur dan bertadabbur mengenai ibadah unik ini.

Dulu, orang berbuka puasa bersama selalu di masjid. Entah mengapa hal itu dilakukan. Mungkin agar semua jamaah bisa mendapatkan dua hal, pertama santapan ruhani, berupa pengajian yang biasanya dilaksanakan satu jam sebelum berbuka, dan yang kedua ta'jil alias makanan untuk berbuka puasa. Selain yang berbuka puasa di masjid, orang lebih memilih ifthar di rumah masing-masing bersama keluarga.

Tradisi ini kemudian berkembang. Yang berbuka puasa di masjid-masjid tetap banyak. Bahkan semakin hari jamaahnya semakin penuh. Bisa jadi mereka memang sangat berharap dari makanan yang disediakan masjid, karena kualitasnya lebih baik dari makanan yang mereka dapatkan di rumah sendiri. Tapi ada juga yang mulai buka puasa bersama (sering dipendekkan jadi bukber) di restoran bersama rekan sekerja, seprofesi, atau seormas. Ada pula kantor yang mengadakan iftar jamai khusus untuk para karyawannya di kantor. Para pejabat tinggi dan kepala daerah juga tidak ketinggalan.

Buat yang browsing hadits tentang memberi makan orang yang berpuasa pasti menemukan hadits berikut:
Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa -yang diberi makan tadi-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih


atau yang ini

Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. datang kepada Sa'ad bin Ubadah r.a., lalu Sa'ad menyuguhkan roti dan minyak, kemudian beliau s.a.w. makan. Setelah selesai beliau s.a.w. mengucapkan doa -yang artinya-: "Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempatmu dan orang-orang yang berbakti telah makan makananmu dan para malaikat memohonkan kerahmatan atasmu." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih


Menurut seorang rekan yang kebetulan ahli hadits, sebenarnya hadits ini lemah karena ada perawi yang cacat di tengah sanad. Oleh karena itu ia tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan suatu perbuatan yang disandarkan kepada amal/sunnah Rasulullah. Saya lalu berkomentar singkat: Begitu banyak hadits yang sanadnya lemah justru matannya sahih karena sesuai dengan hikmah kehidupan.
 
Sebuah hikmah lagi yang saya temukan pada bulan Ramadhan ini. Setelah berkali-kali mengundang rekan-rekan mantan ormas berbuka puasa di rumah sendiri, makin terasa sohib yang ikutan semakin ramai. Frequensi pun ditambah menjadi 2 kali. Tempat yang digunakan bergiliran. Hari ini di tempat senior A, berikutnya di tempat senior B. Namun tahun berikutnya jumlahnya semakin membesar. Kita terpaksa mencari tempat yang lebih lapang, yang dapat menampung orang dalam jumlah banyak.

Memang, siapapun yang ikut buka puasa bersama rekan-rekan atau keluarga besarnya akan merasakan bahwa suasana ketika ta'jil pasti khidmat. Semua orang merasa dalam keprihatinan yang sama, yaitu lapar dan haus yang tertahan selama sehari penuh. Semua berada kepada tujuan yang sama, yaitu mengisi perut yang tidak diisi selama kurang lebih 13 jam. Begitu kerongkongan dilewati air dan diisi makanan, kenikmatannya melebihi apapun yang ada di dunia ini.

Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Rabbnya. (HR Bukhari Muslim)   

Ketika kesenangan itu dibagi bersama sesama rekan atau kolega, tentu kesenangan itu akan berlipat ganda. Barangkali hal itu, jika ditilik dari sisi rasional, yang membuat orang yang menyediakan buka puasa memperoleh pahala yang berlipat ganda.

Masalahnya, seringkali buka puasa bareng seperti itu. Sering membuat orang tidak tahan untuk langsung makan setelah berbuka. Padahal sunnahnya setelah ta'jil shalat dulu. Setelah makan, dan tentunya kenyang, pasti diperlukan waktu untuk menurunkan makanan. Maka tidak heran jika orang yang berbuka dan terus makan biasanya shalatnya sudah mendekati waktu isya.

Persoalan kedua, buka puasa bersama dengan rekan sejawat seringkali membuat orang eksklusif alias cuma peduli dengan kelompoknya sendiri. Ketika diminta untuk peduli dengan orang lain, dan yang lebih susah, ada kecendrungan untuk enggan berbagi. Padahal justru berbagi dengan orang yang lebih susah itulah yang lebih disukai Nabi. Gara-gara trend ini ada ustaz yang guyon, nanti yang masuk syurga cuma pengurus masjid, karena telaten mengurus buka puasa untuk orang yang tidak mampu.

Nah bagaimana dengan anda?

Wallahu A'lam.
Kantor 26 September 2011
Menjelang libur panjang lebaran 1432 H

No comments: