Jalan tol di sekitar Kuala Lumpur sudah seperti jalan tikus yang susah dikenali. Mesti kenal pasti dimana harus berbelok. Sekali salah belok, memutarnya untuk kembali akan jauh lagi. (Setelah lebaran lalu saya pernah mencoba bawa mobil sendiri ke acara “open house” alias halal bihalal di Securities Commission Malaysia, dari rumah famili di Segambut –sekarang namanya Mont Kiara-. Seharusnya jarak sedekat itu bisa ditempuh dengan waktu 5 menit. Tapi karena salah belok pertama, akhirnya saya berputar-putar selama 1 jam di sekitar highway Kuala Lumpur karena tidak bertemu lagi jalan menuju kesana)
***
Perjalanan Oktober lalu bukan yang pertama buat saya. Tetap terasa enak, meskipun berat. Enak karena semuanya terasa mudah selama kita mengikuti petunjuk. Ketika mau naik LRT mungkin orang sudah mengantri, baik ketika beli tiket maupun ketika naik ke dalam tren. Tapi tidak lama. Dulu orang beli tiket hanya di mesin atau di counter. Sekarang ada yang lebih canggih yaitu kartu tempel Touch and Go . Orang tinggal beli kartu dan top-up alias isi ulang dalam ringgit, terus tempelkan kartunya untuk membuka gate kecil yang biasa untuk masuk ruang tunggu kereta. Kartu tempel ini sebelumnya cuma dipakai orang untuk membayar tol supaya tidak usah melakukan transaksi tunai. (Di tol jakarta hanya satu pintu tol Bandara dan dua pintu tol halim yang menggunakannya). Sekarang digunakan juga untuk kereta dan bis. (Saya jadi ketawa sendiri karena inget kebiasaan saya ngantri tiap pagi, beli tiket KRL ekspress di stasiun Bekasi. Udah gitu petugas keretanya menyusuri gerbong ketika kereta jalan untuk membolongi tiket yang dibeli, kebiasaan yang sama sejak orde lama, yang juga berlaku sampai saat ini di negara Eropa).
Berat, karena harus menghadiri rapat pertama Sharia Committee - International Islamic Liquidity Management (IILM), lembaga yang dibentuk Malaysia, Indonesia dan beberapa negara lainnya untuk menyediakan likuiditas bagi perbankan syariah sedunia. Sejak daftar anggota Sharia Committee lembaga bergengsi itu diumumkan Desember 2010 lalu, baru kali ini rapat bisa dilaksanakan. Padahal rapat Governing Board, semacam pengurusnya lah, sudah berkali-kali dilakukan. Tempatnyapun pindah-pindah di berbagai negara. Kadang di Malaysia, Jordan, Basel bahkan Washington DC. Dari Indonesia Pak Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI yang membidangi perbankan dan perbankan syariah) masuk sebagai anggota governing board sedangkan Pak Tirta Segara, Kepala B4S - DPbS didaulat menjadi anggota Komite Audit.
Akhir tahun lalu, nama saya muncul sebagai salah satu anggota Sharia Committee IILM*). Nama saya nyelip diantara anggota lainnya, yang juga ulama kaliber dunia, seperti Dr. Ahmad Ali Abdullah (Ketua Dewan syariah Bank Sentral Sudan), Dr. Muhammad Alghari - Saudi Arabia (DPS HSBC Aamanah), Dr. Daud Bakar (Chairman, Sharia Board Bank Negara Malaysia) dan Dr. Bashir Aliyu Aminu (Special Adviser for Governor Bank of Nigeria). Nggak kebayang beratnya tugas ini, karena secara moral saya harus mewakili para ulama besar di Dewan Syariah Nasional, Bank Indonesia dan juga Indonesia!
***
Sejatinya lembaga internasional seperti IILM menggunakan bahasa Inggris dalam setiap pertemuannya. Itulah yang selalu diterapkan dalam pertemuan Governing Board bersama CEOnya. Tapi, khususon pertemuan sharia committee, bahasa Arab lebih sering digunakan. Maklum 4 dari 6 orang anggotanya dari Timur Tengah. Hanya Daud Bakar dan saya yang orang Melayu. Ulama seperti Syaikh Khalil dari Dubai hanya mampu berbahasa Arab, dan jangan harap beliau akan berbahasa Inggris. Jadi kalaupun ada bahasa inggris, seseorang secara sukarela akan menerjemahkannya dalam bahasa Arab. Begitu juga sebaliknya.
***
IIILM dibentuk atas inisiatif IFSB untuk merespon keperluan bank Islam atas pengelolaan likuiditas. Dibentuk oleh 12 bank sentral dan 3 lembaga supranasional membuat lembaga ini sangat unik karena tidak ada pembandingnya di dunia keuangan biasa. Biasanya sebuah lembaga keuangan internasional selalu melibatkan kementrian keuangan, tapi tidak untuk IILM. Dia sangat istimewa karena para gubernur bank sentral ikut terlibat. Bank sentral di negeri-negeri dimana bank Islam sudah berdiri dituntut untuk mengalokasikan sebagian reserve pada instrumen yang sesuai syariah. Hal ini merupakan tuntutan pasar
***
IIlM memang bertugas melayani keperluan likuiditas bank Islam sedunia. Karena urusannya likuiditas, maka yang ia lakukan adalah bagaimana mengelola manajemen bank islam dari berbagai belahan dunia. Ia harus bisa menyediakan likuiditas bagi yang memerlukan dan juga menyedot dari bank yang berlebihkan. Untuk itu ia akan menerbitkan sukuk-sukuk jangka pendek. Yang disebut jangka pendek dalam dunia keuangan tentu antara 3 bulan sampai 6 bulan. Karena setiap sukuk yang diterbitkan harus berdasarkan asset riil, maka IILM harus memiliki aset. Oleh karena itu ia harus membeli sukuk-sukuk yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun perusahaan. Dari pool of asset inilah sukuk jangka pendek diterbitkan.
Selesai? Ternyata tidak sesederhana itu. Banyak masalah yang harus di"clearkan" Dari sisi syariah paling tidak ada 3 hal besar. Pertama issue "sukuk 'ala sukuk" alias bisakah sukuk yang merupakan representasi aset direpresentasikan lagi oleh sebuah sukuk? Sehingga apabila dilakukan transfer kepemilikan sukuk yang kedua bukan merupakan perpindahan kertas belaka, karena representasi aset yang asli ada pada sukuk yang pertama.
Kedua "intangible assets" yaitu aset-aset yang dasarnya bukan aset riil atau yang tidak berdasarkan transaksi riil. Ini adalah kata lain dari piutang, yang, dalam pembahasan berbagai forum ekonomi dan keuangan syariah menjadi issu panas.
Ketiga "changing composition" yaitu kompoisisi yang dimiliki oleh IILM, apabila berubah dari mostly asset based menjadi tidak lagi seperti itu. Misalnya disepakati di awal bahwa kompisisi aset IILM adalah 70% berupa asset based selebihnya berupa intangible. Tapi jika pada jangka waktu tertentu ada perubahan dalam komposisi tersebut sehingga proporasi assetnya berkurang dibanding piutang. Apa yang harus dilakukan? Dr. Alghari mengusulkan agar komposisi hutangnya (intangible) dikurangi (disebut warehouse aset) sehingga terjadi perimbangan seperti semula, atau proporsi hutangnya (intangible) lebih kecil dari proporsi assetnya.
***
Pertemuan ternyata tidak putus disitu sehingga harus ada pertemuan lain. Mereka memutuskan agar pertemuan dilakukan di Dubai November 2011.
(Ini bakalan jadi pertemuan yang nggak enak karena perjalanan ke Dubai dari Jakarta memerlukan waktu 7 jam lebih.. Jika rapatnya hanya 1 hari, makan perjalanannya memerlukan waktu 4 hari, dua hari pergi dan dua hari pulang!
Wallahu A'lam
Kuala Lumpur, 6 Oktober 2011
*) kosakata
Sukuk: Surat berharga yang merupakan representasi kepemilikan nilai pada aset tertentu.
IILM: International Islamic Liquidity Market
BP4S: Biro Penelitian, Pengembangan dan Pengaturan Perbankan Syariah
DPbS: Direktorat Perbankan Syariah
IFSB: Islamic Financial Service Board, lembaga standar pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dunia. Berpusat di Kuala Lumpur
LRT: Light Railway Transfer, transportasi publik berupa kereta listrik dalam dan sekitar kota KL
No comments:
Post a Comment