Ditulis untuk Milis Alumni Attaqwa di Facebook
Entah saya harus minta maaf kepada panitia Silatnas atau malah tidak usah, karena datang terlambat. Ini karena Halal Bihalal (Habil) kali ini -juga tahun lalu- terasa "biasa" saja buat saya, walaupun panitia sudah berjuang habis-habisan mempersiapkan segalanya. Termasuk meja-meja depan (mungkin untuk para VIP) yang dibalut sprei putih dan berbentuk bundar. Dengan tampilan seperti itu, Halal Bihalal IKAA lebih terlihat mirip Indonesian Lawyers Club (ILC), acara besutan TVOne dan dikomandani Karni Ilyas. Bedanya, di TVOne suasananya nyaman, maklum ruangannya ber AC dan disain interiornya memang diniatkan untuk jadi studio. Di Habil kemarin, orang baru masuk saja udah keringetan dan langsung berkipas-kipas karena kepanasan. Padahal mereka sudah antri untuk daftar dan mencari-cari list angkatan nya. Thanks to Attaqwa Putri karena sudah punya aula yang cukup luas untuk menampung para hadirin.
Bisa jadi kejadian Habil tahun 2011 dulu menghantui pikiran orang seperti saya. Waktu itu, meminjam istilah orang Jungmalang, "kaga ada ujan-kaga ada angin kita jadi keberon-beron". Sampai hari ini saya tidak pernah tahu ada apa dan mengapa di Habil 2011 yang menghadirkan penyair Taufiq Ismail itu, karena saat itu saya sedang berada di Kuala Lumpur. Yang saya tahu kemudian, di group ini saya jadi tertuduh yang tidak punya hak jawab. Semacam character assasination begitulah.
Meminjam istilah Guru Sire (Sirojudin Mursan, di group lain kita panggil Gus Sire) IKAA sudah memasuki budaya politik "tarkam" alias tarikan kampung. Persoalan individu yang terjadi di luar IKAA ditarik ke dalam sehingga yang tidak tahu menahu jadi korban. Adagium politik jadi dominan. Asas pergaulan yang dipegang adalah kawannya musuh adalah musuh dan musuhnya musuh adalah kawan. Sampai ada kawan yang komentar, Bang, andai saya bisa memutar mesin waktu, dan kembali ke masa lalu, mungkin lebih baik tidak usah masuk Attaqwa, sehingga tidak memperoleh istri dari Attaqwa. Lho, kenapa? Coba bang, apa salah istri saya, sehingga dia jadi musuh hanya karena temannya punya suami, yang menjadi musuh politik? Nauzubillah
Mengerikan memang. Ngga nyangka kalau orang-orang yang ngaku didikan Almaghfurlah memiliki karakter seperti ini. Hanya karena ketulusan dan kegigihan Guru Sire yang terus-terusan membujuk, saya akhirnya mau bergabung kembali. It is just for the sake of being role model and of forgiveness. You are forgiven but not forgotten. Tapi kedepan, kalau boleh saya usul, sebaiknya teman-teman yang sudah aktif di politik praktis tidak usah lah jadi pengurus IKAA. Dampaknya akan buruk dan tidak nyaman buat yang lain. Minimal saling curiga satu sama lain. Yang sudah terjadi malah saling sikat dan cari pengaruh. Lagian IKAA nggak terlalu miskin untuk disumbang dari uang partai, yang nggak jelas juga halal-haramnya. Kata Anwar Ibrahim waktu masuk UMNO, I am joining the party and expecting my colleagues in ABIM will do so. But if they choose otherwise I won't put my hands on the organization on which I had been the president, (Saya memang bergabung di UMNO, dan saya berharap teman2 (mantan) ABIM melakukan hal yang sama. Tapi jika mereka milih sebaliknya, saya tidak akan campur tangan dalam organisasi itu meskipun saya pernah jadi ketua umumnya)
Itu salah satu faktor. Ada lagi yang bikin saya galau. Acara tabligh akbar tanggal 27 Ramadhan lalu di depan masjid Attaqwa dihadiri ribuan orang dan diliput MNC TV secara live. Padahal semua orang mafhum bahwa di dalam masjid ada ratusan orang lagi itikaf sebagaimana sunnah nya Almaghfurlah. Karuan aja di group FB muncul pro dan kontra. Lailatul Qadar versus Lailatul Keder, celetuk salah seorang anggota. Nah ketika di jalan menuju acara Habil kemaren saya sudah khawatir, jangan-jangan di acara Silatnas kita kali ini ketuanya nggak hadir seperti tahun lalu. Tahun lalu beliau absen akibat acaranya dimajukan seminggu tanpa ada ba-bi-bu ke pengurus. Padahal beliau sudah punya acara penting yang tidak bisa diwakilkan. Jika akar persoalannya adalah ketidaktahuan, rasa-rasanya sih tidak mungkin. Tapi kalau sabab-musababnya adalah kagak ada kordinasi, pertanyaan saya pada kawan-kawan adalah segitu parahnya nggak ada kordinasi diantara kita, sehingga pondok kita jadi kaga karu-karuan?
***
Tapi sudahlah. Buat saya sehebat apapun acara Halal bihalal, dan apapun namanya, baik Silatnas atau Reuni, ia tetap saja seremonial. Mau ngundang siapa kek, mau yang sambutan siapa aja, tetap berisik kalau isinya didominasi kangen-kangenan antar alumni. Yang berhasil membuat hadirin serempak tertarik dan fokus ke panggung ternyata hanya acara seninya, baik musik maupun puisi. Pada sisi ini, panitia Silatnas IKAA 2013 saya anggap berhasil dan saya ucapkan selamat. Terutama karena ada ornamen tarinya the Whirling Derwish (sufi pemula/Darwish yang berputar ketika berzikir mengikuti tariqat Maulana Jalaluddin Rumi), yang memukau para hadirin Selebihnya kata Darso, apa yang hebat? Malah kali ini saya melihat Habil kita tidak ubahnya acara maulid di majlis ta'lim kaum ibu. Tiap angkatan
putra-putri pakai seragam batik tertentu untuk menunjukkan kekompakan
mereka.
Tapi, seperti pertanyaan saya pada setiap acara Halal Bihalal adalah, what next? Apa yang akan dilakukan setelah acara yang menelan biaya 70 juta ini dilaksanakan? Just chat, having fun, eat and go? Jangan heran jika wajah bang Didi Supandi -yang di group whatsapp dipanggil Juragan Duren Sawit-, kelihatan sangar karena buat dia duit segede gitu bisa dijadikan modal usaha yang dalam setahun bisa menghasilkan keuntungan yang sama besar dengan modalnya. Pengalaman saya sendiri, di komunitas lain yang saya hadiri halal bihalalnya (misalnya Ikatan Masyarakat Bukittinggi di Jakarta atau Kerukutan Keluarga Sulawesi di Jakarta) pertemuan seperti ini adalah pertemuan bisnis dan pameran usaha. Selepas Habil mereka langsung penjajagan kerjasama sehingga usaha jadi berkembang. Di Habil kemaren hanya usaha binaan Cak Nur (Nurkholis Wardi, notaris kondang kita) yang ikut pameran. Masih untung ada kepedulian terhadap peristiwa yang terjadi Rabu sebelumnya di Cairo, tempat para guru menimba ilmu. Selebihnya?
***
Tapi sebagai hajat ritual tiap tahun, nampaknya IKAA merasa wajib bin kudu melaksanakannya. Karena memang, hanya itu programnya yang "berasa" buat para anggota. Itupun masih jauh lebih baik ketimbang ikatan alumni lainnya. Sampai hari ini, misalnya saya masih memimpin ikatan alumni International Islamic University Malaysia (IIUM) yang beken dengan nama IIUM Alumnae Chapter Sekarang ini, ngumpulin alumni untuk Bukber atau Halal Bihalal saja susahnya minta ampun. Padahal ada lebih dari 200 orang yang tinggal di Jabodetabek. Saya sudah melakukan 3 kali panggilan untuk kongres lewat semua media, milis yahoo, twitter, facebook maupun BBM dan whatsapp agar ada pengganti saya tapi selalu gagal (Saya dipilih menjadi ketua pada tahun 2004 menggantikan Ustaz HM Syafii Antonio). Bahkan ada alumni yang komentar pengurus boleh ganti, tapi ketuanya tetap Bang Cecep. (Heh..., emangnya iklan teh Sosro apa)
Masalahnya seperti kata bang Didi Supandi, tiap kali ada acara di Ujungmalang, "kantong kita berasa ditabokin". Waktu bukber bulan puasa kemaren, dia usul supaya IKAA bikin unit usaha yang bisa support acara-acara kayak beginian. Bandingkan misalnya dengan alumni Gontor -menurut cerita ustaz Abid Marzuqi) yang didukung 42 unit usaha dengan total keuntungan per tahun lebih dari Rp. 10 milyar. Jangan heran jika mereka lancar-lancar saja bikin acara. Udah gitu di akhir acara Habil kemaren panitia mengumumkan bahwa Pondok Attaqwa akan melakukan perayaan Ulang Tahun Emas dengan lulusan tahun 1989 sebagai panitia (Waduh....itu angkatannya Ustazah Nurussaadah Masud, yang berarti angkatan istri saya. Wah bakalan repot nih. Hehehe...). Padahal setidaknya masih ada tiga acara lain yang setiap tahun menunggu kontribusi kita, yaitu Maulid (besar) Attaqwa, Maulid Korikawati, dan Isra Miraj. Nah bisa dihitung budget yang harus dikeluarkan setiap angkatan untuk kontribusi ke acara-acara ini...
***
Disadari atau tidak, organisasi tersayang ini terjebak lagi pada persoalan klasik. Programnya hanya halal bihalal dan pernik-perniknya adalah jurnal Attaqwa. Bedanya dengan dulu adalah di Habil sekarang banyak musiknya, termasuk kemaren ada tari sufi ala Jalaludin Rumi yang lagi tren, dan jurnalnya ditulis pake komputer dan beralih nama dari "Bulletin Nur Attaqwa". Padahal pada waktu para petinggi Attaqwa ngumpul di Wulansari tahun 2010 dan saya diminta memimpin pembentukan formatur baru, kita berharap IKAA "baru" ini tampil gres dan "adaptif" terhadap perubahan zaman. Dengan formasi yang terpilih dan terbentuk dari kalangan pro -ada politisi, lawyer, praktisi keuangan, teknologi bahkan fotografi- semestinya ia bisa lebih berasa di kalangan "rakyatnya".
Saat itu saya sendiri memberikan paling tidak 4 tantangan program. Pertama database anggota. (Kemarin waktu pengurus ketemu pimpinan Yayasan menjelang Habil ini ditegaskan lagi oleh pimpinan). Dulu mungkin program ini susah dilaksanaken karena kudu "blusukan" cari data anggota. Sekarang dengan banyaknya alumni yang berkiprah di teknologi informasi semestinya program ini sudah lebih mudah. Masalahnya sering pengurus IKAA sendiri nanya untuk apa? Het deh, hare gene masih nanya data base untuk apa...
Saat itu saya sendiri memberikan paling tidak 4 tantangan program. Pertama database anggota. (Kemarin waktu pengurus ketemu pimpinan Yayasan menjelang Habil ini ditegaskan lagi oleh pimpinan). Dulu mungkin program ini susah dilaksanaken karena kudu "blusukan" cari data anggota. Sekarang dengan banyaknya alumni yang berkiprah di teknologi informasi semestinya program ini sudah lebih mudah. Masalahnya sering pengurus IKAA sendiri nanya untuk apa? Het deh, hare gene masih nanya data base untuk apa...
Kedua, pencarian bantuan beasiswa untuk para alumni yang ingin kuliah, bukan saja di luar negeri, tapi juga di dalam negeri. Bukan saja ke Timur Tengah tapi juga Timur Jauh atau Asia Tenggara. Begitu banyak alumni muda potensial secara akademis akhirnya harus gigit jari karena tidak bisa kuliah akibat ketiadaan biaya.
Ketiga, bantuan pencarian kerja untuk para alumni yang putus sekolah. Keempat, pembentukan unit usaha. Saya yakin IKAA mampu bikin usaha dan pada gilirannya dapat memberikan kontribusi, minimal untuk acara2 seperti Habil ini. Walaupun di jaman Guru Madrais menjadi Ketua Umum, inisiatif ini pernah saya laksanakan dan alhamdulillah sudah bisa bikin lembaganya (CV). Sayangnya waktu itu belum sempat mobilisasi modal dan pengurus keburu berganti.
***
Di acara Silatnas kemaren ada usul "anomali" (meminjam istilah om Darso) dari bang H. Amin Idris (wartawan, Ketum PPA tahun 1984). Katanya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu bisa maju karena ada HMI Majlis Penyelamat Organisasi (MPO) alias HMI tandingan. Bagaimana kalau kita bikin MPO IKAA supaya organisasi ini maju. Kata orang, karena bersaing biasanya orang bisa maju. Hampir semua yang duduk di meja VIP*) paling belakang sepakat. Masalahnya, siapa yang mau jadi ketua
MPO IKAA? Kata Ustaz Abid, biasanya yang kenal MPO itu kan orang HMI,
bagaimana kalau kita usulkan bung Atik saja yang jadi ketua MPO IKAA/
IKAA tandingan? Sebagai catatan bung Nurul Atik Tajuddin adalah adik dari Ust. Syamsul Falah, Ketua Umum IKAA sekarang. Het deh ...
(*Saya duduk disitu karena ditarik oleh bung Darso. Katanya bagaimana mungkin orang seperti saya duduk di barisan belakang, bersama Gus Sire yang tampangnya aja udah kayak Gus Dur -peci miring dan perutnya sedikit maju. Padahal saya bilang ini risiko orang datang terlambat, kata salah seorang panitia udah kebagian duduk ge udah syukur).
Buat saya usulan ini adalah selingan atau sekedar iseng (meminjam istilah guru NAM alias Nurul Amin Muti', salah satu pentolan Jurnal Nur Attaqwa). Ada tantangan lebih serius yang diberikan ustaz Abid kepada kita selaku alumni Attaqwa untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh dari Halal Bihalal alias Silatnas kali ini. Ini yang gua demen neh, kata ustaz Didi Supandi, kagak rugi gua dateng ke Habil. Bisa ngumpul sama mahaguru... (*set dah, istilahnya ketinggian). Udah gitu mutu banget diskusinya...
***
"Kenapa banyak yang nggak datang ya?" komentar rekan seangkatan.
Saya segera menjawab. Pertama, ini masih banyak yang lagi pada lebaran, keliling ke rumah famil adan saudar. Maklum sudah banyak orang Bekasi yang punya suami, mertua, mantu, cucu mantu dan seterusnya, yang asalnya di luar Bekasi. Minggu 18 Agustus 2013, hari dimana acara Habil dilaksanakan kemarin diperkirakan hari terakhir orang balik dari mudik.
Kedua, orang merasa bosen acaranya di Jungmalang melulu. Sedangkan jalan menuju Ujungharapan tidak mudah terutama kalau sudah ketemu pertigaan (perempatan) Wisma Asri, Giant, Teluk Pucung Coba sekali-sekali acaranya di Jakarta atau di Bandung kayak maulid Korikawati itu. Apalagi di tempat hiburan seperti Taman Mini, Ancol atau Taman Safari. Haqqul yakin orang pada semangat datang, terutama kalau kendaraannya gratis. Dulu, acara pernah di luar, di Islamic Center Bekasi. Tapi akhirnya ditarik lagi ke Ujungharapan dengan tujuan para alumni bisa nostalgia dan acara Habil diakhiri dengan ziarah bareng ke makam Almaghfurlah Ngkong Kiai.
Ketiga mungkin terlalu cepat kalau Habilnya dilakukan setahun sekali. Tidak ada salahnya dicoba dilaksanakan 2 tahun atau tiga tahun sekali. Kalau nggak pada setuju, ya nggak apa-apa. Namanya juga usulan, diterima syukur, nggak diterima kebangetan.
Keempat, bisa jadi soal komitmen. Dan yang namanya komitmen itu lahir dari hati. Hati orang itu bagaimana cara dan apa yang mendidiknya. Ujung-ujungnya adalah bagaimana sebuah sistem di pesantren/sakolah mendidik para santri/siswa. Kata psikolog, kecendrungan orang dididik dalam keprihatinan bersama punya daya tanam ingatan lebih kuat dari orang yang dibesarkan dalam kesenangan. Dan itu bisa dibuktikan pada para alumni Attaqwa angkatan lebih awal. Mereka dibina dalam disiplin yang ketat, keprihatinan akan susahnya makanan dan transportasi, tapi komitmen mereka terhadap pondok sangat kuat. Nah kalau cerita santri sekarang, ada guru yang ditinggal di kelas sendirian tanpa rasa malu dan takut, bagaimana komitmen nantinya? Wallahu A'lam.
Kebon Sirih, 20 Agustus 2013
3 comments:
barokallah... catatan yang menggugah.. doakan kami semoga taun depan bisa mengemban amanah kepanitiaan dg baik bang. kita perlu byk belajar and sharing idea.. sukses buat abang..
Allah yubarik fik Pak Bay
Ahlan wasahlan
Doa saya selalu bersama rekan-rekan semoga sukses selalu. Saya juga banyak belajar dari rekan-rekan yang lebih muda.
Silakan kontak jika memerlukan bantuan, demi kemajuan alumni dan pondok kita.
Well noted bang cecep...valuable evaluation...sama dg bang bayu, kedepan mudah2an kita bs mengemban amanah program tahunan ini dg tdk mengecewakan byk pihak,masukan,saran atau ide akan sllu hadir dr pr alumni as consideration utk kesuksesan n kelancaran acara.
Good luck for you bang..semoga kita selalu berada dlm lindungan Allah swt.
Post a Comment