Pages

Wednesday, March 26, 2008

Maulid 2008

Tulisan 27 Maret 2008

Dear Darso,

Ketika saya jadi sekretaris panitia maulid Attaqwa tahun 1984, saya merasa hal itu menjadi “jalur kaderisasi” Karena sebelumnya, ustaz Nuryadi Asmawi (asal Klender, pernah di Muamalat Institute, sekarang jadi penterjemah di Kabid luar negeri PKS) yang juga sekretaris umum PPA tahun sebelumnya, juga menjadi sekretaris panitia Maulid. Dan menjadi sekretaris panitia maulid yang “massif” seperti di Attaqwa, bukan pekerjaan enteng. Diperlukan ketahanan diri dalam fisik dan mental, terutama jika sudah menjelang hari H nya. Dan ingat, di tahun 1984 yang namanya komputer, apa itu PC apalagi laptop, adalah barang yang belum dikenal. Bisa dibayangkan apabila undangan untuk para VIP salah ketik, urusannya bisa ngetik ulang, sampai pagi….

Tahun berikutnya (1985) saya ikut lagi jadi panitia Maulid, tapi “terlempar” ke bagian dekorasi. Tugas sekretaris maulid berpindah ke Amin Idris, yang ketika saya jadi Sekum PPA, menjabat sekretaris I (kemudian tahun 1984 jadi Ketua Umum, karena PTA tidak boleh lagi menjabat ketua umum). Tapi lagi-lagi, di bagian dekorasipun saya mengendus aroma kaderisasi. Pasalnya, ustaz Abdul Aziz, yang biasa bertugas untuk bagian dekorasi, berharap ada penerus beliau dalam rangka menyiapkan tulisan kaligrafi, baliho dan seabreg pernik-pernik hiasan lainnya dalam rangka hari-hari besar Islam. Tapi, saya ikhlas aja, walaupun saya juga “mengkader” generasi berikutnya, yaitu Ahmad Zubair, alias Obeng (alm)….

Jika Darso merasa bahwa Maulid jadi ajang kampanye terang-terangan (kalau udah ada baliho, umbul-umbul dan spanduk partai, apa bisa dibilang kampanye terselubung?) saya mau lihat sisi baiknya. Mudah-mudahan saja gubernur Jabar yang juga mau ikut pilkada besok, yang dikabarkan akan menggelontorkan dana miliaran ke Attaqwa, memang mau mberi uang, tapi untuk menyelesaikan pembangunan masjid. Urusan pilkada nanti kita milih siapa, itu kan hak kita sendiri, orang lain nggak bisa maksa… Tapi memang sumpek juga jika maulid sebesar Attaqwa umbul-umbulnya dari satu partai.

Maulid kemarin saya sedang di Malang, ikut rapat para akuntan tentang standar akuntansi pengalihan piutang dan standar akuntansi (revisi) asuransi, termasuk yang syariahnya. Rabu malamnya saya mendengar suara orang baca Barzanji bersahut-sahutan di beberapa masjid sekeliling tempat kami tinggal (perumahan dosen Universitas Brawijaya, belakang Unisma-Malang). Saya yang sedang makan malam disana, jadi ingat maulid di Attaqwa.
Lalu ada teman -yang kita kenal tukang nyeletuk bilang- kenapa ya, maulid di sini nggak ada pengembangan? Kenapa tidak menambah (kalau tidak mengubah) pola peringatan maulid seperti sekarang ini, misalnya, dengan seminar dan lokakarya. Atau yang kontemporer, misalnya aksi sepeda sehat, tanam sejuta pohon, kebersihan lingkungan, dan sebagainya? Kalau maulidnya di masjid terus, bagaimana Nabi Muhammad bisa dikenal sebagai rahmatan lil alamiin? Rahmatan lil alamiin kan artinya rahmatan bagi tukang becak, pedagang asongan, kaki lima, supir angkot dan sebagainya.... Saya tersentak. Teman ini seperti sedang membaca pikiran saya dan memberikan usulan yang tepat untuk Attaqwa. Masalahnya, bisakah Attaqwa melaksanakan ini, minimal pada tingkat STIAnya? Atau alumninya?

Saya fikir belum saatnya melakukan klarifikasi tentang Majelis Muzakarah Attaqwa, meskipun sekarang ini saya berada di dalamnya, menjadi anggota komisi Fikir. Biar aja saudara kembarnya (komisi zikir) yang babak-belur duluan, digempur duet Sire-Darso atau dikeroyokin orang-orang copy daratnya milis ini he..he..he..
Saya sedang konsentrasi untuk melakukan survey lapangan untuk tulisan tentang pemikiran ekonomi KH Noer Alie. Ini tugas dari komisi Fikir dan lumayan berat, karena tidak ada yang tersisa untuk diteliti, kecuali cerita-cerita orang kampung Ujungmalang dan sekitarnya, mengenai kebijakan beliau terhadap sawah (dan tanah) yayasan, kebun jeruk dan kebun pisang . Sedangkan data kuantitatif seperti laporan tahunan (neraca dan laba-rugi) saya tidak yakin apakah masih ada, karena semenjak Pak Saolin (asisten setia Pak Kiai) wafat, belum ada lagi juru tik yang tangguh seperti beliau.
Ntar aja kalau tulisannya udah jadi, baru saya bisa upload dan menyilakan kepada para kolega milis untuk mengomentari.

Wallahu A’lam

No comments: